Selamat sore, N Show
Terima kasih atas pertanyaan Anda Keinginan bunuh diri adalah salah satu gejala depresi. Depresi adalah perasaan sedih yang dirasakan secara terus menerus tanpa sebab yang jelas dialami selama minimal 2 minggu berturut-turut yang terjadi oleh adanya gangguan suasana hati. Seseorang dengan depresi biasanya menarik diri dari lingkungan, mengalami gangguan tidur, perubahan nafsu makan, bahkan muncul keinginan untuk bunuh diri. Penyebab terjadinya depresi ini beragam mulai dari faktor genetik, pengaruh konsumsi obat tertentu, kepribadian seseorang, riwayat cedera kepala, adanya riwayat trauma psikis atau karena kondisi medis yang lainnya. Mengenai pertanyaan Anda bagaimana cara bunuh diri yang paling cepat, maka banyak cara yang bisa dilakukan namun sudahkah Anda siap dengan rasa sakitnya? Lebih baik Anda urungkan niat untuk bunuh diri dan berusaha menyelesaikan masalah Anda. Salah satu cara terbaik menyelesaikan masalah Anda adalah dengan melakukan konseling dengan psikiater kami yang bisa dilakukan secara online agar Anda bisa merasa lebih nyaman. Kenapa konseling dengan psikiater perlu dilakukan:
Karena manfaat-manfaat itulah, Anda perlu segera melakukan konseling dengan psikiater. Hilangkan ketakutan Anda untuk memulai konseling dengan psikiater. Anda tidak perlu malu dan hilangkan anggapan bahwa konseling dengan psikiater pasti orang gila. Segera mulai lakukan konseling dengan psikiater agar masalah Anda bisa segera tertangani dengan baik. Berikut ini pengalaman lainnya seputar keinginan bunuh diri:
Semoga bermanfaat. Salam sehat, dr. Dwiana A
Bunuh diri (bahasa Inggris: suicide, berasal dari kata Latin suicidium, yang berarti "membunuh diri sendiri") adalah sebuah tindakan sengaja yang menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri sering kali dilakukan akibat putus asa, yang penyebabnya sering kali dikaitkan dengan gangguan jiwa misalnya depresi, gangguan bipolar, skizofrenia, ketergantungan alkohol, atau penyalahgunaan obat.[1] Faktor-faktor penyebab stres antara lain kesulitan keuangan atau masalah dalam hubungan intrapersonal sering kali ikut berperan. Upaya untuk mencegah bunuh diri antara lain adalah dengan pembatasan akses terhadap senjata api, merawat penyakit jiwa dan penyalahgunaan obat, serta meningkatkan kondisi ekonomi. Terdapat bermacam-macam metode yang paling sering digunakan untuk bunuh diri di berbagai negara dan sebagian terkait dengan keberadaan metode tersebut. Metode yang umum antara lain: gantung diri, racun serangga, dan senjata api. Sekitar 800.000 hingga satu juta orang meninggal karena bunuh diri setiap tahun, sehingga bunuh diri menduduki posisi ke-10 sebagai penyebab kematian terbesar di dunia.[1] Angka bunuh diri tercatat lebih banyak dilakukan oleh pria ketimbang wanita, dengan kemungkinan tiga sampai empat kali lebih besar seorang pria melakukan bunuh diri dibandingkan wanita.[2] Tercatat ada sekitar 10 hingga 20 juta kasus percobaan bunuh diri yang gagal setiap tahun.[3] Percobaan bunuh diri semacam ini lebih sering dilakukan remaja dan wanita. Cara pandang terhadap bunuh diri selama ini dipengaruhi oleh konsep eksistensi yang luas seperti agama, kehormatan, dan makna hidup. Agama Abrahamik secara tradisional menganggap bunuh diri sebagai perbuatan dosa karena kepercayaan bahwa kehidupan itu suci. Selama era samurai di Jepang, seppuku dijunjung tinggi sebagai sarana pertobatan akibat kegagalan atau sebagai bentuk protes. Sati, sebuah praktik pemakaman dalam agama Hindu yang mengharuskan janda untuk melakukan pengorbanan diri di atas api pembakaran jenazah suaminya, baik atas keinginan sendiri maupun didesak oleh keluarga dan masyarakat.[4] Dahulu di kebanyakan negara barat, bunuh diri maupun percobaan bunuh diri merupakan tindakan kriminal yang bisa membuat seseorang dihukum, namun sekarang hukum tersebut sudah tidak berlaku lagi. Namun di kebanyakan negara Islam, tindakan ini masih dianggap melanggar hukum. Pada abad ke-20 dan ke-21, bunuh diri dalam bentuk pengorbanan diri digunakan sebagai sarana protes, dan kamikaze serta bom bunuh diri digunakan sebagai taktik militer atau terorisme.[5] Penjelasan[sunting | sunting sumber]Bunuh diri, yang juga disebut sebagai bunuh diri berhasil, adalah "tindakan mengambil nyawa diri sendiri".[6] Percobaan bunuh diri atau perilaku bunuh diri yang tidak fatal adalah perbuatan melukai diri sendiri dengan maksud untuk mengakhiri nyawa seseorang namun tidak berakhir dengan kematian.[7] Bunuh diri dengan bantuan adalah ketika seseorang membantu orang lain mengakhiri nyawanya secara tidak langsung melalui pemberian saran atau sarana sampai kematian terjadi.[8] Bunuh diri semacam ini merupakan kebalikan dari euthanasia ketika orang lain lebih memiliki peran aktif dalam mendatangkan kematian bagi seseorang.[8] Ide bunuh diri adalah pemikiran untuk mengakhiri hidup seseorang.[7] Faktor-faktor risiko[sunting | sunting sumber]Kondisi-kondisi yang memicu bunuh diri di 16 negara bagian Amerika pada tahun 2008.[9] Faktor-faktor yang memengaruhi risiko bunuh diri antara lain gangguan jiwa, penyalahgunaan obat, kondisi psikologis, budaya, kondisi keluarga dan masyarakat, dan genetik.[10] Penyakit jiwa dan penyalahgunaan zat biasanya saling berkaitan.[11] Faktor risiko lain termasuk pernah melakukan percobaan bunuh diri,[12] adanya sarana yang tersedia untuk melakukan tindakan tersebut, peristiwa bunuh diri dalam sejarah keluarga, atau adanya luka trauma otak.[13] Contohnya, angka bunuh diri di keluarga yang memiliki senjata api jumlahnya lebih besar daripada di keluarga yang tidak memilikinya.[14] Faktor sosial ekonomi seperti pengangguran, kemiskinan, gelandangan, dan diskriminasi dapat mendorong pemikiran untuk melakukan bunuh diri.[15] Sekitar 15-40% pelaku meninggalkan sebuah pesan bunuh diri.[16] Faktor genetik sepertinya bertanggung jawab terhadap perilaku bunuh diri sebesar 38% hingga 55%.[17] Veteran perang memiliki risiko lebih besar untuk melakukan bunuh diri yang sebagian disebabkan oleh tingginya angka penyakit jiwa dan masalah kesehatan fisik yang terkait perang.[18] Gangguan jiwa[sunting | sunting sumber]Gangguan jiwa sering kali terjadi pada seseorang saat melakukan bunuh diri dengan angka kejadian berkisar antara 27%[19] hingga lebih dari 90%.[12] Orang yang pernah dirawat di rumah sakit jiwa memiliki risiko melakukan tindakan bunuh diri yang berhasil sebesar 8.6% selama hidupnya.[12] Sebagian dari orang yang meninggal karena bunuh diri bisa jadi memiliki gangguan depresi mayor. Orang yang mengidap gangguan depresi mayor atau salah satu dari gangguan keadaan jiwa seperti gangguan bipolar memiliki risiko lebih tinggi, hingga mencapai 20 kali lipat, untuk melakukan bunuh diri.[20] Kondisi lain yang turut terlibat adalah skizofrenia (14%), gangguan kepribadian (14%),[21] gangguan bipolar,[20] dan gangguan stres pasca-trauma.[12] Sekitar 5% pengidap skizofrenia mati karena bunuh diri.[22] Gangguan makan juga merupakan kondisi berisiko tinggi lainnya.[23] Riwayat percobaan bunuh diri pada masa lalu merupakan alat prediksi terbaik terjadinya tindakan bunuh diri yang akhirnya berhasil.[12] Kira-kira 20% bunuh diri menunjukkan adanya riwayat percobaan pada masa lampau. Lalu, dari sekian yang pernah mencoba melakukan bunuh diri memiliki peluang sebesar 1% untuk melakukan bunuh diri yang berhasil dalam tempo satu tahun kemudian[12] dan lebih dari 5% melakukan bunuh diri setelah 10 tahun.[23] Meskipun tindakan melukai diri sendiri bukan merupakan percobaan bunuh diri, namun adanya perilaku suka melukai diri sendiri tersebut meningkatkan risiko bunuh diri.[24] Dari kasus bunuh diri yang berhasil, sekitar 80% individu yang melakukannya telah menemui dokter selama setahun sebelum kematian,[25] termasuk 45% di antaranya yang menemui dokter dalam satu bulan sebelum kematian.[26] Sekitar 25–40% orang yang berhasil melakukan bunuh diri pernah menghubungi layanan kesehatan jiwa pada tahun sebelumnya.[19][25] Penggunaan obat[sunting | sunting sumber]"The Drunkard's Progress" (1846), menggambarkan bagaimana alkoholisme dapat mengakibatkan bunuh diri Penyalahgunaan obat adalah faktor risiko bunuh diri paling umum kedua setelah depresi mayor dan gangguan bipolar.[27] Baik penyalahgunaan obat kronis maupun kecanduan akut saling berhubungan satu sama lain.[11][28] Bila digabungkan dengan kesedihan diri, misalnya ditinggalkan seseorang yang meninggal, risiko tersebut semakin meningkat.[28] Selain itu, penyalahgunaan obat berkaitan dengan gangguan kesehatan jiwa.[11] Saat melakukan bunuh diri, kebanyakan orang berada dalam pengaruh obat sedatif-hipnotik (misalnya alkohol atau benzodiazepine)[29] dengan adanya alkoholisme pada sekitar 15% sampai 61% kasus.[11] Negara-negara dengan angka penggunaan alkohol tinggi dan memiliki jumlah bar lebih banyak secara umum juga memiliki risiko terjadinya bunuh diri lebih tinggi[30] yang keterkaitannya terutama berhubungan dengan penggunaan minuman beralkohol hasil distilasi ketimbang jumlah total alkohol yang digunakan.[11] Sekitar 2.2–3.4% dari mereka yang pernah dirawat karena menderita alkoholisme pada suatu waktu dalam kehidupan mereka meninggal dengan cara bunuh diri.[30] Pecandu alkohol yang melakukan percobaan bunuh diri biasanya pria, dalam usia tua, dan pernah melakukan percobaan bunuh diri pada masa lampau.[11] Antara 3 hingga 35% kematian pada kelompok pemakai heroin diakibatkan oleh bunuh diri (kira-kira 14 kali lipat lebih besar dibandingkan kelompok yang tidak memakai heroin).[31] Penyalahgunaan kokain dan methamphetamine memiliki korelasi besar terhadap bunuh diri.[11][32] Mereka yang menggunakan kokain memiliki risiko terbesar saat berada dalam fase sakaw.[33] Mereka yang menggunakan inhalansia juga memiliki risiko besar dengan sekitar 20% di antaranya mencoba melakukan bunuh diri pada suatu waktu dan lebih dari 65% pernah berpikir untuk melakukannya.[11] Merokok memiliki keterkaitan dengan risiko bunuh diri.[34] Tidak ada bukti yang cukup kuat mengapa ada keterkaitan tersebut; namun hipotesis menyatakan bahwa mereka yang memiliki kecenderungan merokok juga memiliki kecenderungan untuk melakukan bunuh diri, bahwa merokok menyebabkan masalah kesehatan sehingga mendorong seseorang untuk mengakhiri hidupnya, dan bahwa merokok mempengaruhi kimia otak hingga menyebabkan kecenderungan bunuh diri.[34] Meski demikian, Ganja/Cannabis sepertinya tidak secara tunggal menyebabkan peningkatan risiko.[11] Masalah perjudian[sunting | sunting sumber]Masalah perjudian pada seseorang dikaitkan dengan meningkatnya keinginan bunuh diri dan upaya-upaya melakukan tindak bunuh diri dibandingkan dengan populasi umum.[35] Antara 12 dan 24% pejudi patologis berusaha bunuh diri.[36] Angka bunuh diri di kalangan istri-istri mereka tiga kali lebih besar daripada populasi umum.[36] Faktor lain yang meningkatkan risiko pada mereka dengan masalah perjudian meliputi penyakit mental, alkohol dan penyalahgunaan narkoba.[37] Kondisi Medis[sunting | sunting sumber]Terdapat hubungan antara bunuh diri dan masalah kesehatan fisik, mencakup:[23] sakit kronis,[38] cedera otak traumatis,[39] kanker,[40] mereka yang menjalani hemodialisis, HIV, lupus eritematosus sistemik, dan beberapa lainnya.[23] Diagnosis kanker membuat risiko bunuh diri menjadi kira-kira dua kali lipat.[40] Angka kejadian bunuh diri yang meningkat tetap tinggi setelah disesuaikan dengan penyakit depresi dan penyalahgunaan alkohol. Pada orang yang memiliki lebih dari satu kondisi medis, risiko tersebut sangat tinggi. Di Jepang, masalah kesehatan termasuk dalam daftar utama diperbolehkannya bunuh diri.[41] Gangguan tidur seperti insomnia[42] dan apnea tidur merupakan faktor risiko mengalami depresi dan melakukan bunuh diri. Pada beberapa kasus, gangguan tidur mungkin menjadi faktor risiko independen timbulnya depresi.[43] Sejumlah kondisi medis lainnya mungkin disertai gejala yang mirip dengan gangguan suasana hati, termasuk: hipotiroid, Alzheimer, tumor otak, lupus eritematosus sistemik, dan efek samping dari sejumlah obat (seperti beta blocker dan steroid).[12] Keadaan psikososial[sunting | sunting sumber]Sejumlah keadaan psikologis juga meningkatkan risiko bunuh diri, meliputi: keputusasaan, hilangnya kesenangan dalam hidup, depresi dan kecemasan.[20] Kurangnya kemampuan untuk memecahkan masalah, hilangnya kemampuan seseorang yang dahulu dimilikinya, dan kurangnya pengendalian impuls juga berperan.[20][44] Pada orang dewasa lanjut usia, persepsi tentang menjadi beban bagi orang lain merupakan hal yang penting.[45][45] Stres kehidupan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir seperti kehilangan anggota keluarga atau teman, kehilangan pekerjaan, atau isolasi sosial (seperti hidup sendiri) meningkatkan risiko tersebut.[20] Orang yang tidak pernah menikah juga berisiko lebih besar.[12] Bersikap religius dapat mengurangi risiko seseorang untuk melakukan bunuh diri.[46] Hal ini dikaitkan dengan pandangan negatif sebagian besar agama yang menentang perbuatan bunuh diri dan dengan lebih besarnya rasa keterikatan yang bisa diberikan oleh agama.[46] Muslim, di antara umat beragama, tampaknya memiliki tingkat yang lebih rendah.[47] Sejumlah orang mungkin ingin bunuh diri untuk melarikan diri dari intimidasi atau tuduhan.[48] Riwayat pelecehan seksual[49] pada masa kecil dan dan saat menjadi anak asuh juga merupakan faktor risiko.[50] Pelecehan seksual diyakini memberi kontribusi sekitar 20% dari keseluruhan risiko.[17] evolusioner menjelaskan bahwa persoalan bunuh diri bisa meningkatkan kemampuan inklusif. Hal ini dapat terjadi jika orang yang ingin bunuh diri tidak dapat lagi memiliki anak dan mengangkat anak dari kerabatnya dengan tetap bertahan hidup. Hal yang tidak dapat disetujui adalah bahwa kematian pada remaja yang sehat tidak menyebabkan terjadinya kemampuan inklusif. Proses adaptasi terhadap lingkungan adat nenek moyang yang sangat berbeda mungkin menjadi proses yang maladaptif dalam kondisi saat ini.[44][51] Kemiskinan dikaitkan dengan risiko bunuh diri.[52] Meningkatnya kemiskinan relatif seseorang yang dibandingkan dengan orang yang ada di sekitarnya dapat meningkatkan risiko bunuh diri.[53] Lebih dari 200.000 petani di India telah melakukan bunuh diri sejak tahun 1997, yang sebagian karena persoalan utang.[54] Di Cina, kemungkinan peristiwa bunuh diri terjadi tiga kali lipat di daerah pedesaan di pinggiran kota, yang diyakini akibat kesulitan keuangan di area ini di negara tersebut.[55] Media[sunting | sunting sumber]Media, termasuk internet, memainkan peranan penting.[10] Caranya menyajikan gambaran bunuh diri mungkin saja memiliki efek negatif dengan banyaknya tayangan yang mencolok dan berulang yang mengagungkan atau meromantiskan tindakan bunuh diri dan memberikan dampak terbesar.[56] Bila digambarkan secara rinci tentang cara melakukan bunuh diri dengan menggunakan cara tertentu, metode bunuh diri mungkin saja meningkat dalam populasi secara keseluruhan.[57] Pemicu penularan bunuh diri atau peniruan bunuh diri ini dikenal sebagai efek Werther, yang diberi nama berdasarkan tokoh protagonist dalam karya Goethe yang berjudul The Sorrows of Young Werther yang melakukan bunuh diri.[58] Risiko ini lebih besar pada remaja yang mungkin meromantiskan kematian.[59] Sementara media massa memiliki pengaruh yang signifikan, efek dari media hiburan masih tampak samar-samar.[60] Kebalikan dari efek Werther adalah pengusulan efek Papageno, yaitu cakupan yang baik mengenai mekanisme cara mengatasi masalah secara efektif, mungkin memiliki efek perlindungan. Istilah ini didasarkan pada karakter dalam opera Mozart yang berjudul The Magic Flute yang akan melakukan bunuh diri karena takut kehilangan orang yang dicintainya sampai teman-temannya menyelamatkannya.[58] Bila media mengikuti pedoman pelaporan yang sesuai, risiko bunuh diri dapat diturunkan.[56] Namun, kepatuhan dari industri tersebut bisa saja sulit didapatkan terutama dalam jangka panjang.[56] Rasional[sunting | sunting sumber]Bunuh diri rasional adalah tindakan menghilangkan nyawa sendiri yang beralasan,[61] meskipun sejumlah orang merasa bahwa bunuh diri tidak pernah masuk akal.[61] Tindakan menghilangkan nyawa sendiri demi kepentingan orang lain dikenal sebagai bunuh diri altruistik.[62] Contohnya adalah sesepuh yang mengakhiri hidup mereka agar dapat meninggalkan makanan dalam jumlah yang lebih besar bagi orang yang lebih muda dalam masyarakat.[62] Dalam beberapa budaya Eskimo, hal ini dianggap sebagai tindakan yang terhormat, berani, atau bijaksana.[63] Serangan bunuh diri adalah sebuah tindakan politik di mana seorang penyerang melakukan tindakan kekerasan terhadap orang lain sementara mereka mengerti bahwa hal tersebut akan mengakibatkan kematian mereka sendiri.[64] Beberapa pelaku bom bunuh diri melakukannya dalam upaya untuk mendapatkan kesyahidan.[18] Misi Kamikaze dilakukan sebagai kewajiban terhadap suatu hal yang penting atau tuntutan moral.[63] Bunuh diri-pembunuhan merupakan tindakan pembunuhan yang diikuti oleh tindakan bunuh diri orang yang melakukan perbuatan pembunuhan tersebut dalam kurun waktu satu minggu setelahnya.[65] Bunuh diri massal sering dilakukan di bawah tekanan sosial di mana anggotanya menyerahkan hidupnya kepada seorang pemimpin.[66] Bunuh diri massal dapat berlangsung sedikitnya dua orang, yang sering disebut sebagai kesepakatan bunuh diri.[67] Dalam situasi yang meringankan di mana melanjutkan hidup akan menjadi sesuatu yang tak tertahankan, beberapa orang memilih bunuh diri sebagai sarana untuk melarikan diri.[68] Sejumlah tahanan Nazi di kamp konsentrasi diketahui telah bunuh diri dengan sengaja menyentuh pagar beraliran listrik.[69] Metode[sunting | sunting sumber]Angka kematian dengan metode bunuh diri di Amerika Serikat.[14] Metode utama bunuh diri berbeda-beda antar negara. Metode utama di berbagai wilayah di antaranya gantung diri, minum racun pestisida, dan senjata api.[70] Perbedaan ini diyakini sebagian karena ketersediaan metode yang berbeda.[57] Sebuah tinjauan pada 56 negara menemukan bahwa gantung diri merupakan metode yang paling umum di sebagian besar negara,[71] dengan angka 53% untuk kasus bunuh diri pada pria dan 39% untuk kasus bunuh diri pada wanita.[72] Di seluruh dunia, 30% kasus bunuh diri menggunakan racun pestisida. Namun, penggunaan metode ini sangat bervariasi mulai dari 4% di Eropa hingga lebih dari 50% di wilayah Pasifik.[73] Metode tersebut juga umum dilakukan di Amerika Latin mengingat racun pestisida mudah didapat di lingkungan petani.[57] Di banyak negara, overdosis obat tercatat sekitar 60% untuk kasus bunuh diri di kalangan wanita dan 30% di kalangan pria.[74] Banyak tindakan bunuh diri yang tidak direncanakan dan terjadi selama periode ambivalensi yang akut.[57] Angka kematian per metode bervariasi: senjata api 80-90%, tenggelam 65-80%, gantung diri 60-85%, gas buang kendaraan 40-60%, lompat dari tempat yang tinggi 35-60%, gas karbon hasil pembakaran 40-50%, racun pestisida 6-75%, overdosis obat 1,5-4%.[57] Metode percobaan bunuh diri yang paling umum dilakukan berbeda dengan metode bunuh diri yang paling sering berhasil dengan angka mencapai 85% untuk upaya percobaan bunuh diri dengan metode overdosis obat di negara-negara maju.[23] Di Amerika Serikat, 57% kasus bunuh diri melibatkan penggunaan senjata api sehingga metode ini menjadi agak lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita.[12] Penyebab berikutnya yang paling umum adalah gantung diri pada pria dan meracuni diri sendiri pada wanita.[12] Kedua metode tersebut secara total mencatat angka sekitar 40% dari kasus bunuh diri di AS.[75] Di Swiss, di mana hampir semua orang memiliki senjata api, jumlah terbesar kasus bunuh diri adalah dengan cara gantung diri.[76] Melompat bunuh diri umum terjadi di Hongkong maupun Singapura dengan angka masing-masing 50% dan 80%.[57] Di Cina, meminum racun pestisida adalah metode yang paling umum.[77] Di Jepang, masih terjadi tindakan mengeluarkan isi perut sendiri yang dikenal dengan seppuku atau hara-kiri,[77] namun demikian, gantung diri adalah yang paling umum.[78] Patofisiologi[sunting | sunting sumber]Tidak ada kesamaan faktor patofisiologi yang mendasari terjadinya bunuh diri atau depresi.[12] Meskipun demikian, hal tersebut diyakini merupakan akibat faktor interaksi perilaku, lingkungan sosial dan kejiwaan.[57] Rendahnya tingkat brain-derived neurotrophic factor (BDNF) yang terkait secara langsung dengan bunuh diri[79] dan secara tidak langsung melalui perannya dalam kejadian depresi berat, gangguan stres pasca trauma, skizofrenia dan gangguan obsesif-kompulsif.[80] Dari studi Bedah mayat ditemukan adanya penurunan tingkat BDNF pada hipokampus dan korteks prefrontal, pada orang yang mengalami gangguan kejiwaan maupun yang tidak.[81] Serotonin, sebuah neurotransmitter otak, diyakini rendah tingkatnya pada orang yang bunuh diri. Hal ini sebagian didasarkan pada bukti meningkatnya kadar reseptor 5-HT2A setelah kematian.[82] Bukti lain termasuk berkurangnya tingkat produk turunan serotonin, Asam 5-hidroksiindoleasetat, dalam cairan tulang belakang otak.[83] Namun, bukti langsung cukup sulit dikumpulkan.[82] Epigenetika, studi tentang perubahan dalam ekspresi genetika dalam merespons faktor lingkungan yang tidak mengubah DNA yang mendasarinya, juga diyakini berperan dalam menentukan risiko bunuh diri.[84] Pencegahan[sunting | sunting sumber]Pencegahan bunuh diri merupakan istilah yang digunakan untuk upaya kolektif guna mengurangi insiden bunuh diri melalui tindakan pencegahan. Mengurangi akses ke metode tertentu, seperti senjata api atau racun akan mengurangi risikonya.[57][85] Tindakan lain di antaranya dengan mengurangi akses ke gas karbon dan penghalang di jembatan serta platform kereta bawah tanah.[57] Pengobatan kecanduan narkoba dan alkohol, depresi, dan mereka yang telah mencoba bunuh diri pada masa lalu mungkin juga efektif.[85] Beberapa di antaranya telah mengusulkan pengurangan akses ke alkohol sebagai strategi pencegahan (seperti mengurangi jumlah bar).[11] Walaupun saluran bantuan krisis bersifat umum, terdapat sedikit bukti yang mendukung atau menolak keefektifannya.[86][87] Pada remaja yang akhir-akhir ini berpikir untuk bunuh diri, terapi perilaku kognitif tampaknya dapat bermanfaat untuk memberikan perbaikan.[88] Pembangunan ekonomi melalui kemampuannya untuk mengurangi kemiskinan mungkin dapat menurunkan tingkat bunuh diri.[52] Upaya untuk meningkatkan hubungan sosial terutama pada pria usia lanjut mungkin saja efektif.[89] Skrining[sunting | sunting sumber]Ada sedikit data tentang efek skrining populasi umum terhadap angka tertinggi bunuh diri.[90] Mengingat terdapat angka yang tinggi pada orang yang dinyatakan positif setelah dites melalui alat ini yang tidak berisiko bunuh diri, ada kekhawatiran bahwa skrining bisa meningkatkan pemanfaatan sumber daya perawatan kesehatan mental secara signifikan.[91] Namun, dianjurkan melakukan pengkajian atas orang yang berisiko tinggi.[12] Bertanya tentang bunuh diri tampaknya tidak akan meningkatkan risikonya.[12] Penyakit mental[sunting | sunting sumber]Pada orang yang mengalami masalah kesehatan mental, sejumlah perawatan bisa mengurangi risiko bunuh diri. Mereka yang aktif berusaha bunuh diri bisa didaftarkan dalam rehabilitasi untuk mendapatkan perawatan kejiwaan baik secara sukarela atau secara paksa.[12] Barang yang bisa digunakan untuk menyakiti diri sendiri biasanya disingkirkan.[23] Beberapa dokter meminta pasiennya untuk menandatangani perjanjian pencegahan bunuh diri di mana mereka sepakat untuk tidak menyakiti diri sendiri setelah keluar dari perawatan.[12] Namun, belum ada bukti yang mendukung bahwa praktik tersebut memiliki efek yang signifikan.[12] Jika pasiennya berisiko rendah, perawatan kesehatan mental pasien secara rawat jalan bisa dilakukan.[23] Rawat inap jangka pendek belum terlihat lebih efektif dari kepedulian masyarakat dalam memperbaiki keadaan pada mereka yang mengalami gangguan kepribadian borderline yang secara kronis berupaya untuk bunuh diri.[92][93] Terdapat bukti sementara bahwa psikoterapi, khususnya terapi perilaku dialektis, mengurangi risiko bunuh diri pada remaja[94] serta yang mengalami gangguan kepribadian borderline.[95] Namun, belum ada bukti penurunan bunuh diri yang dilakukan.[94] Muncul kontroversi seputar manfaat dibandingkan bahaya antidepresan.[10] Pada orang-orang muda, antidepresan yang baru seperti SSRI tampaknya meningkatkan risiko bunuh diri dari 25 per 1000 menjadi 40 per 1000.[96] Namun, antidepresan dapat menurunkan risiko bunuh diri pada orang yang lebih tua.[12] Litium tampaknya efektif dalam menurunkan risiko pada mereka yang mengalami gangguan bipolar dan depresi unipolar hingga mendekati tingkat yang sama seperti populasi umum.[97][98] Epidemiologi[sunting | sunting sumber]Kematian karena cedera akibat perbuatan sendiri per 100.000 penduduk pada tahun 2004.[99]
Sekitar 0,5% hingga 1,4% orang mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.[12][100] Secara global, sejak tahun 2008/2009, bunuh diri merupakan penyebab utama kematian kesepuluh[1] dengan sekitar 800.000 hingga satu juta orang meninggal setiap tahunnya, yang berarti angka kematian sebesar 11,6 per 100.000 orang per tahun.[100] Tingkat bunuh diri telah meningkat sebesar 60% dari tahun 1960 sampai 2012,[85] yang peningkatannya terlihat terutama di negara-negara berkembang.[1] Untuk setiap bunuh diri yang menyebabkan kematian, terdapat sekitar 10 hingga 40 percobaan bunuh diri.[12] Tingkat bunuh diri berbeda secara signifikan antar negara dan dari waktu ke waktu.[100] Persentase kematian pada tahun 2008 yaitu: Afrika 0,5%, Asia Tenggara 1,9%, Amerika 1,2% dan Eropa 1,4%.[100] Untuk tingkat per 100.000: Australia 8,6, Canada 11,1, Cina 12,7, India 23,2, Inggris 7,6, Amerika Serikat 11,4.[101] Bunuh diri berada dalam peringkat 10 teratas untuk penyebab kematian di Amerika Serikat pada tahun 2009 dengan sekitar 36.000 kasus setahun.[102] Dan sekitar 650.000 orang masuk ke unit gawat darurat setiap tahun karena mencoba bunuh diri.[12] Lituania, Jepang dan Hongaria memiliki angka tertinggi.[100] Negara-negara dengan jumlah mutlak kasus bunuh diri terbesar adalah Cina dan India yang jumlahnya lebih dari setengah jumlah total.[100] Di Cina, bunuh diri merupakan penyebab utama kematian ke-5.[103] Jenis Kelamin[sunting | sunting sumber]
Di dunia Barat, pria meninggal sebanyak tiga sampai empat kali lebih banyak dengan cara bunuh diri dibanding wanita, meskipun wanita mencoba bunuh diri empat kali lebih banyak.[12][100] Hal ini dikaitkan dengan pria yang menggunakan cara yang lebih mematikan untuk mengakhiri hidupnya.[104] Perbedaan ini bahkan lebih menonjol pada orang yang berusia di atas usia 65, dengan jumlah pria yang melakukan bunuh diri sepuluh kali lipat lebih banyak dibanding wanita.[104] Tiongkok memiliki salah satu tingkat bunuh diri wanita tertinggi di dunia dan merupakan satu-satunya negara yang tingkatnya lebih tinggi dari laki-laki (rasio 0,9).[100][103] Di wilayah Mediterania Timur, tingkat bunuh diri hampir setara antara pria dan wanita.[100] Untuk wanita, tingkat bunuh diri tertinggi ditemukan di Korea Selatan yaitu 22 per 100.000, dengan tingkat yang tinggi secara umum di Asia Tenggara dan Pasifik Barat.[100] Usia[sunting | sunting sumber]Di banyak negara, tingkat bunuh diri tertinggi terjadi di usia paruh baya[105] atau usia lanjut.[57] Namun, jumlah mutlak bunuh diri terbesar terjadi pada mereka yang berusia antara 15 dan 29 tahun karena jumlah orang dalam kelompok usia tersebut.[100] Di Amerika Serikat, yang terbesar yaitu pada pria kaukasoid berusia lebih dari 80 tahun, meskipun orang muda lebih sering mencoba bunuh diri.[12] Ini merupakan penyebab kematian paling umum kedua untuk remaja[10] dan peringkat kedua setelah kematian karena kecelakaan pada pria muda.ref name=Pit2012/> Pada pria muda di negara maju, bunuh diri adalah penyebab dari hampir 30% kematian.[105] Di negara-negara berkembang, tingkatnya sama tetapi angka tersebut merupakan sebagian kecil kematian secara keseluruhan karena tingkat kematian yang lebih tinggi pada jenis trauma lainnya.[105] Di Asia Tenggara, berbeda dengan daerah lain di dunia, kematian akibat bunuh diri terjadi pada tingkat yang lebih besar pada wanita muda dibandingkan wanita usia lanjut.[100] Sejarah[sunting | sunting sumber]Dalam sejarah Athena kuno, orang yang melakukan bunuh diri tanpa persetujuan negara ditolak untuk dimakamkan secara wajar dengan penghormatan. Orang tersebut akan dimakamkan sendirian, di pinggiran kota, tanpa nisan atau tanda.[106] Dalam sejarah Yunani Kuno dan Roma bunuh diri itu dianggap metode yang dapat diterima saat mengalami kalah perang.[107] Di Roma kuno, bunuh diri pada awalnya diizinkan, tetapi kemudian hal tersebut dianggap sebagai kejahatan terhadap negara karena menimbulkan biaya.[108] Peraturan pidana yang dikeluarkan oleh Raja Louis XIV dari Prancis pada tahun 1670 jauh lebih berat hukumannya: tubuh orang yang meninggal diseret melintasi jalan-jalan, dalam kondisi tertelungkup, dan kemudian digantung atau dibuang di tumpukan sampah. Selain itu, semua harta orang tersebut disita.[109][110] Dalam sejarah gereja Kristen, orang yang mencoba bunuh diri dikucilkan dan mereka yang meninggal karena bunuh diri dimakamkan di luar kuburan suci.[111] Pada akhir abad ke-19 di Inggris, mencoba bunuh diri itu dianggap sama dengan percobaan pembunuhan dan bisa dihukum gantung.[111] Di Eropa pada abad ke-19, tindakan bunuh diri mengalami pergeseran pandangan dari sebelumnya sebagai tindakan akibat dosa menjadi akibat gila.[110] Sosial dan budaya[sunting | sunting sumber]Perundang-undangan[sunting | sunting sumber]Di sebagian besar negara-negara Barat, bunuh diri tidak lagi merupakan kejahatan,[112] tetapi masih dianggap demikian di sebagian besar negara-negara Eropa Barat mulai dari Abad Pertengahan sampai setidaknya tahun 1800-an.[113] Banyak negara Islam yang menetapkan bunuh diri sebagai tindak pidana.[47] Di Australia, bunuh diri bukan merupakan tindak pidana.[114] Namun, menasihati, menghasut, atau membantu dan menghasut orang lain untuk mencoba bunuh diri merupakan tindak kejahatan, dan hukum secara eksplisit memungkinkan setiap orang untuk menggunakan "kekuatan yang sewajarnya diperlukan" untuk mencegah orang lain dari melakukan bunuh diri.[115] Wilayah Barat Australia sempat secara singkat memiliki hukum bunuh diri yang dibantu dokter mulai dari tahun 1996 sampai 1997.[116] Tidak satu pun negara di Eropa saat ini yang menganggap bahwa bunuh diri atau percobaan bunuh diri adalah sebuah kejahatan.[111] Inggris dan Wales tidak menganggap lagi bunuh diri sebagai kejahatan melalui Suicide Act 1961 dan di Republik Irlandia pada tahun 1993.[111] Kata "commit" digunakan dalam referensi untuk itu menjadi ilegal namun banyak organisasi telah menghentikannya karena konotasi negatif.[117][118] Di India, bunuh diri merupakan tindakan ilegal dan keluarga yang masih hidup mungkin akan menghadapi kesulitan hukum.[119] Di Jerman, eutanasia aktif merupakan tindakan ilegal dan siapa saja yang hadir selama berlangsungnya bunuh diri dapat dituntut karena gagal memberikan bantuan dalam keadaan darurat.[120] Swiss baru-baru ini mengambil langkah untuk melegalkan bunuh diri yang dibantu untuk sakit mental yang kronis. Pengadilan tinggi Lausanne, dalam putusannya tahun 2006, telah memberikan hak kepada seseorang tanpa nama yang memiliki gangguan kejiwaan yang lama untuk mengakhiri hidupnya sendiri.[121] Di Amerika Serikat, bunuh diri tidak ilegal, tetapi mungkin dikaitkan dengan hukuman bagi orang yang mencobanya.[111] Bunuh diri yang dibantu dokter merupakan tindakan yang legal di negara bagian Oregon[122] dan Washington.[123] Sudut pandang agama[sunting | sunting sumber]Seorang janda beragama Hindu membakar dirinya sendiri bersama dengan mayat suaminya, tahun 1820-an. Di sebagian besar bentuk kekristenan, bunuh diri dianggap dosa, didasarkan terutama pada tulisan-tulisan para pemikir Kristen berpengaruh dari Abad Pertengahan, seperti Santo Agustinus dan Santo Thomas Aquinas; tetapi bunuh diri tidak dianggap sebagai dosa oleh Codex Justinianus di Kekaisaran Romawi Timur.[124][125] Dalam Doktrin Katolik, argumen didasarkan pada perintah Tuhan "Tidak boleh membunuh" (diberlakukan dalam Perjanjian Baru oleh Yesus dalam Matius 19:18), serta pemikiran bahwa hidup adalah karunia yang diberikan oleh Tuhan yang tidak boleh ditolak, dan bahwa bunuh diri merupakan tindakan melawan "hukum alam" sehingga mengganggu rencana utama Allah bagi dunia.[126] Namun, diyakini bahwa penyakit mental atau rasa takut menderita yang besar mengurangi beban tanggung jawab seseorang terhadap tindakannya melakukan bunuh diri.[127] Argumen yang berlawanan di antaranya: bahwa perintah keenam secara lebih tepat diterjemahkan menjadi "jangan membunuh", belum tentu berlaku untuk diri sendiri, bahwa Tuhan telah memberikan kebebasan berkehendak kepada manusia; di mana seseorang yang mengakhiri hidupnya sendiri tidak lagi melanggar Hukum Tuhan lebih dari usaha untuk menyembuhkan penyakit; dan bahwa sejumlah kasus bunuh diri yang dilakukan oleh para pengikut Tuhan tercatat dalam Alkitab tanpa ada hukuman yang mengerikan.[128] Yudaisme berfokus pada pentingnya menghargai hidup ini, dan dengan demikian, bunuh diri sama saja dengan mengingkari kebaikan Tuhan di dunia. Meskipun demikian, dalam keadaan yang ekstrem bila tampaknya tidak ada pilihan selain dibunuh atau dipaksa untuk mengkhianati agama mereka, orang-orang Yahudi melakukan bunuh diri individual atau bunuh diri massal (lihat Masada, Penyiksaan pertama terhadap orang Yahudi di Prancis, dan Kastil York misalnya) dan bahkan sebagai peringatan yang kelam terdapat doa dalam liturgi Yahudi yaitu "ketika pisau berada di tenggorokan", bagi mereka yang mati "untuk menguduskan Nama Tuhan" (lihat Martir). Tindakan ini menerima tanggapan beragam dari otoritas Yahudi, yang oleh sejumlah orang dianggap sebagai contoh kemartiran yang heroik, sementara yang lain menyatakan bahwa hal tersebut merupakan tindakan yang salah, yaitu mengakhiri hidup mereka sendiri justru saat akan menghadapi kemartiran.[129] Bunuh diri tidak diperbolehkan dalam ajaran agama Islam.[47] Dalam ajaran agama Hindu, bunuh diri umumnya tidak disukai dan dianggap berdosa sama seperti membunuh orang lain dalam masyarakat kontemporer Hindu. Kitab Suci Agama Hindu menyatakan bahwa orang yang melakukan bunuh diri akan menjadi bagian dari dunia roh, bergentayangan di bumi sampai waktu di mana ia akan bertemu dengan orang yang tidak bunuh diri.[130] Namun, ajaran Hindu menerima hak untuk mengakhiri hidup seseorang melalui praktik non-kekerasan yaitu puasa sampai mati yang disebut dengan Prayopawesa.[131] Namun Prayopawesa secara ketat dibatasi terbatas bagi orang yang tidak lagi memiliki keinginan atau ambisi, dan tidak ada tanggung jawab yang tersisa dalam hidupnya.[131] Jainisme memiliki praktik yang serupa bernama Santhara. Sati, atau membakar diri yang dilakukan oleh seorang janda merupakan hal yang lazim dalam masyarakat Hindu selama Abad Pertengahan. Filosofi[sunting | sunting sumber]Sejumlah pertanyaan diajukan dalam filosofi bunuh diri, termasuk apa yang termasuk dalam kategori bunuh diri, apakah bunuh diri bisa menjadi pilihan yang rasional atau tidak, dan kebolehan secara moral untuk bunuh diri.[132] Argumen filosofis terkait apakah bunuh diri bisa diterima secara moral atau tidak berkisar dari oposisi yang kuat, (melihat bunuh diri sebagai tindakan tidak etis dan tidak bermoral), hingga persepsi bahwa bunuh diri sebagai hak sakral bagi siapa saja (bahkan bagi orang yang masih muda dan sehat) yang merasa yakin bahwa mereka secara rasional dan sadar dapat mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup mereka sendiri. Para penentang bunuh diri termasuk para filsuf Kristen seperti Augustine of Hippo dan Thomas Aquinas,[132] Immanuel Kant[133] dan, boleh dibilang, John Stuart Mill – Fokus Mill tentang pentingnya kebebasan dan otonomi berarti bahwa ia menolak pilihan yang akan mencegah seseorang membuat keputusan otonom pada masa depan.[134] Orang lain melihat bunuh diri sebagai masalah pilihan pribadi yang sah-sah saja. Para pendukung posisi ini mempertahankan bahwa tidak ada yang harus dipaksa menderita dengan melawan keinginan mereka, terutama dari kondisi seperti penyakit yang tidak tersembuhkan, penyakit mental, dan usia tua yang sudah tidak mungkin lagi mengalami perbaikan. Mereka menolak keyakinan bahwa bunuh diri itu selalu irasional, dengan alasan bahwa tindakan itu dapat menjadi pilihan terakhir yang berlaku bagi mereka yang mengidap penyakit atau trauma berat yang berkepanjangan.[135] Pendirian yang lebih kuat berpendapat bahwa orang harus diperbolehkan untuk secara mandiri memilih mati terlepas apakah mereka sedang menderita atau tidak. Pendukung terkemuka untuk aliran pemikiran ini di antaranya pakar empiris Skotlandia David Hume[132] dan pakar bioetika Amerika Jacob Appel.[121][136] Pembelaan[sunting | sunting sumber]Dalam lukisan yang dibuat oleh Alexandre-Gabriel Decamps ini, palet, pistol, dan catatan tergeletak di atas lantai yang menunjukkan bahwa peristiwa tragis baru saja terjadi, seorang seniman telah mengakhiri hidupnya sendiri.[137] Pembelaan atas tindakan bunuh diri terjadi di banyak kultur dan sub-kultur. Militer Jepang selama Perang Dunia II menyemangati dan memuliakan serangan kamikaze, yaitu serangan bunuh diri oleh penerbang militer Kekaisaran Jepang terhadap kapal angkatan laut Sekutu pada tahap penutupan kampanye Pasifik dalam Perang Dunia II. Masyarakat Jepang secara keseluruhan telah digambarkan bersikap "toleran" terhadap tindakan bunuh diri[138] (lihat Bunuh diri di Jepang). Pencarian tentang bunuh diri lewat Internet menghasilkan bahwa 10-30% laman web berisikan dorongan atau fasilitasi untuk upaya bunuh diri. Ada sejumlah kekhawatiran bahwa situs-situs tersebut dapat mendorong orang-orang cenderung melakukannya. Sejumlah orang membentuk kelompok bunuh diri secara online, baik bersama teman yang sudah ada sebelumnya atau dengan orang yang baru dijumpai dalam ruang obrolan atau papan pesan. Meskipun demikian, Internet juga dapat membantu mencegah tindakan bunuh diri dengan menyediakan kelompok sosial bagi orang yang terisolasi.[139] Lokasi[sunting | sunting sumber]Beberapa tempat tertentu menjadi terkenal karena tingginya tingkat upaya bunuh diri.[140] Tempat-tempat tersebut di antaranya Jembatan Golden Gate di San Fransisco Amerika Serikat, Hutan Aokigahara di Jepang,[141] Beachy Head di Inggris,[140] dan Jembatan Bloor Street di Toronto Kanada.[142] Sampai tahun 2010, Jembatan Golden Gate telah menjadi tempat lebih dari 1.300 tindakan bunuh diri dengan cara melompat semenjak jembatan tersebut dibangun pada tahun 1937.[143] Di lokasi-lokasi di mana sering kali terjadi peristiwa bunuh diri telah dibuatkan penghalang untuk mencegahnya.[144] Di antaranya Luminous Veil di Toronto, Kanada[142] dan penghalang pada Menara Eiffel di Paris, Prancis, serta Empire State Building di New York, Amerika Serikat.[144] Pada tahun 2011, sebuah penghalang sedang dibangun untuk Jembatan Golden Gate.[145] Penghalang tersebut secara umum terlihat sangat efektif.[145] Makhluk hidup lain[sunting | sunting sumber]Mengingat tindakan bunuh diri memerlukan upaya yang dilakukan dengan sengaja agar mati, maka sejumlah orang merasa bahwa hal tersebut tidak dapat terjadi pada makhluk hidup selain manusia.[107] Perilaku bunuh diri telah diamati pada salmonella yang berusaha mengatasi bakteri pesaing dengan memicu respons sistem kekebalan tubuh yang membahayakan mereka sendiri.[146] Pertahanan bunuh diri oleh para pekerja juga terlihat pada semut Brasil Forelius pusillus di mana sekelompok kecil semut meninggalkan sarangnya yang aman setelah menyegel pintu masuk dari luar setiap malam hari.[147] Kutu Pea, saat terancam oleh kepik, dapat meledakkan dirinya sendiri, berhamburan dan melindungi saudara-saudaranya dan bahkan terkadang ledakan tersebut akan membunuh kepik.[148] Beberapa spesies rayap memiliki pasukan yang meledak, yang menutupi musuh-musuhnya dengan perekat lengket.[149][150] Ada laporan anekdotal tentang anjing, kuda dan lumba-lumba yang melakukan bunuh diri, meskipun buktinya sedikit.[151] Sedikit sekali studi ilmiah yang dilakukan pada binatang yang bunuh diri.[152] Kasus-kasus terkenal[sunting | sunting sumber]Contoh bunuh diri massal yaitu bunuh diri sekte "Jonestown" pada tahun 1978, di mana 918 orang anggota Peoples Temple, sebuah sekte di Amerika yang dipimpin oleh Jim Jones, mengakhiri hidup mereka dengan minum anggur Flavor Aid yang dicampur dengan sianida.[153][154][155] Lebih dari 10.000 warga sipil Jepang melakukan bunuh diri pada hari-hari terakhir Pertempuran Saipan pada tahun 1944, sejumlah orang melompat ke dalam "Jurang Bunuh Diri" dan "Jurang Banzai".[156] Aksi mogok makan 1981, yang dipimpin oleh Bobby Sands, menyebabkan 10 orang meninggal dunia. Penyebab kematian tersebut dicatat oleh petugas forensik sebagai "kelaparan, pemaksaan diri" alih-alih bunuh diri; penyebabnya telah dimodifikasi menjadi hanya "kelaparan" pada surat kematian setelah mendapat protes dari keluarga pengunjuk rasa yang mati.[157] Erwin Rommel selama Perang Dunia II diketahui menyembunyikan rahasia tentang Plot 20 Juli terkait kehidupan Hitler dan diancam dengan pengadilan publik, hukuman mati dan balas dendam terhadap keluarganya kecuali jika ia mengakhiri hidupnya sendiri.[158] Catatan[sunting | sunting sumber]
Bacaan[sunting | sunting sumber]
Lihat pula[sunting | sunting sumber]
Pranala luar[sunting | sunting sumber]
Antara 2011 dan 2020, tingkat bunuh diri meningkat untuk mereka yang berusia 15 hingga 24, 25 hingga 34, dan 35 menjadi 44.1 Untuk kelompok usia 45 hingga 54, ada tingkat yang stabil dan kemudian penurunan sekitar 2019. Untuk mereka yang berusia 55 hingga 64 tahun, ada kemiringan yang stabil dari 2011 dan kemudian belokan ke bawah pada 2018. Kelompok usia 65+ melihat tingkat yang stabil hingga 2017 dan kemudian kemiringan ke atas hingga 2018, saat menurun.1 Pada tahun 2020, bunuh diri adalah penyebab utama kematian kedua untuk pemuda & nbsp; usia 10 hingga 14, dan orang dewasa berusia 25 hingga 34 tahun. Bunuh diri adalah yang ketiga & NBSP; Penyebab Kematian bagi orang usia 15 hingga 24 tahun, penyebab utama kematian keempat untuk zaman usia 35 hingga 44, dan ketujuh & nbsp; penyebab utama kematian untuk usia 55 hingga 64. Meskipun bunuh diri secara historis berada di antara 10 penyebab utama kematian, itu bukan & nbsp; pada tahun 2020.2 Referensi
Metode Bunuh Diri di Eropa: Analisis spesifik gender dari negara-negara yang berpartisipasi dalam "Aliansi Eropa Melawan Depresi"
AbstrakTujuan: Untuk mengidentifikasi metode bunuh diri khusus gender yang paling sering di Eropa. To identify the most frequent gender-specific suicide methods in Europe. Desain: Proporsi dari tujuh metode bunuh diri dominan yang digunakan di 16 negara yang berpartisipasi dalam Aliansi Eropa melawan Depresi (EAAD) dilaporkan secara total dan lintas-nasional. Risiko relatif (RR) yang berkaitan dengan metode bunuh diri dan jenis kelamin dihitung. Untuk negara -negara kelompok dengan pola metode bunuh diri, pengelompokan hierarkis diterapkan. Proportions of seven predominant suicide methods utilised in 16 countries participating in the European Alliance Against Depression (EAAD) were reported in total and cross-nationally. Relative risk (RR) relating to suicide methods and gender was calculated. To group countries by pattern of suicide methods, hierarchical clustering was applied. Pengaturan dan Peserta: Data tentang metode bunuh diri untuk 119 122 laki -laki dan 41 338 kasus perempuan pada tahun 2000-4/5 dari 16 negara EAAD, mencakup 52% populasi Eropa diperoleh. Data on suicide methods for 119 122 male and 41 338 female cases in 2000–4/5 from 16 EAAD countries, covering 52% of European population were obtained. Hasil: Menggantung adalah metode bunuh diri yang paling umum di antara laki -laki (54,3%) dan wanita (35,6%). Untuk laki -laki, gantung diikuti oleh senjata api (9,7%) dan keracunan oleh obat -obatan (8,6%); Untuk wanita, dengan keracunan oleh obat -obatan (24,7%) dan melompat dari tempat tinggi (14,5%). Hanya di Swiss yang menggantung peringkat sebagai yang kedua untuk pria setelah senjata api. Menggantung peringkat pertama di antara wanita di delapan negara, keracunan oleh narkoba dalam lima dan melompat dari tempat tinggi di tiga. Di semua negara, laki -laki memiliki risiko lebih tinggi daripada wanita menggunakan senjata api dan gantung dan risiko keracunan yang lebih rendah oleh obat -obatan, tenggelam dan melompat. Pengelompokan menunjukkan bahwa negara -negara dapat dibagi menjadi lima kelompok utama di antara laki -laki; Untuk wanita, pengelompokan tidak menghasilkan hasil yang jelas. Hanging was the most prevalent suicide method among both males (54.3%) and females (35.6%). For males, hanging was followed by firearms (9.7%) and poisoning by drugs (8.6%); for females, by poisoning by drugs (24.7%) and jumping from a high place (14.5%). Only in Switzerland did hanging rank as second for males after firearms. Hanging ranked first among females in eight countries, poisoning by drugs in five and jumping from a high place in three. In all countries, males had a higher risk than females of using firearms and hanging and a lower risk of poisoning by drugs, drowning and jumping. Grouping showed that countries might be divided into five main groups among males; for females, grouping did not yield clear results. Kesimpulan: Penelitian tentang metode bunuh diri dapat mengarah pada pengembangan strategi intervensi spesifik gender. Namun demikian, pendekatan lain, seperti identifikasi yang lebih baik dan pengobatan gangguan mental dan peningkatan bantuan toksikologis harus dilakukan. Research on suicide methods could lead to the development of gender-specific intervention strategies. Nevertheless, other approaches, such as better identification and treatment of mental disorders and the improvement of toxicological aid should be put in place. Statistik dari altmetric.comMeminta izinJika Anda ingin menggunakan kembali salah satu atau semua artikel ini, silakan gunakan tautan di bawah ini yang akan membawa Anda ke Layanan Hak Hak Hak Cipta. Anda akan bisa mendapatkan harga cepat dan izin instan untuk menggunakan kembali konten dengan berbagai cara. Tugas penting bagi para peneliti dan pejabat kesehatan masyarakat adalah mencari strategi intervensi yang efektif untuk pencegahan bunuh diri. Studi tentang metode bunuh diri dalam kaitannya dengan berbagai kelompok budaya, etnis, jenis kelamin dan umur dapat memberikan informasi yang berguna untuk mengembangkan program pencegahan dan intervensi yang efektif.1 Tinjauan2 Meneliti efektivitas intervensi-preventif bunuh diri spesifik berdasarkan survei literatur komprehensif yang dilakukan melalui elektronik Pencarian yang dianggap hanya dua jenis intervensi sebagai berbasis bukti: mendidik dokter untuk mengenali dan mengobati depresi dan membatasi akses ke cara mematikan. Metode yang dipilih individu dalam bunuh diri sangat bervariasi dalam kemungkinan mereka mengakibatkan kematian. Setidaknya dua faktor umum menentukan kematian dengan metode tertentu. Pertama, rentang waktu antara inisiasi tindakan bunuh diri dan kematian yang diharapkan sangat penting untuk hasil. Metode bunuh diri yang sangat mematikan cukup cepat, mengurangi kemungkinan deteksi dan intervensi. Lethality lebih rendah jika metode yang dipilih memberikan waktu untuk intervensi, serta kemungkinan mengubah pikiran seseorang dan mencari bantuan. Juga penting untuk hasil adalah ketersediaan bantuan medis dan kualitasnya terkait dengan metode yang digunakan.3 Tingkat bunuh diri pria sangat melebihi tingkat perempuan di semua negara Eropa (http://data.euro.who.int/hfamdb/). Beberapa penelitian telah menyarankan bahwa alasan utama untuk perbedaan gender dalam bunuh diri yang lengkap adalah hasil dari perbedaan metode yang digunakan oleh kedua kelompok.4-7 Sejumlah faktor dapat memengaruhi keputusan individu mengenai metode dalam tindakan bunuh diri. Hendin8 mengaitkan pilihan metode dengan bentuk komunikasi akhir dari kebutuhan pribadi dan sosial: pesan terakhir. Dia percaya bahwa pesan ini adalah ekspresi kehidupan yang ditinggalkan dan berharap individu untuk menyelesaikan konflik yang menjangkiti dia dalam hidup. Metode yang berbeda menghasilkan hasil yang beragam dalam hal kematian. Oleh karena itu, tidak ada jawaban tunggal untuk pertanyaan apakah pilihan metode dapat digunakan sebagai ukuran niat bunuh diri. Demikian pula, tinjauan literatur mengungkapkan kesimpulan yang berbeda. Beberapa orang tidak menemukan perbedaan gender yang signifikan antara tingkat niat bunuh diri, 4 9 10 orang lain berpendapat bahwa wanita cenderung menggunakan metode yang kurang mematikan karena mereka memiliki lebih sedikit keinginan untuk bunuh diri.3 6 11 Perbedaan gender dalam pemanfaatan metode bunuh diri mungkin bergantung pada keyakinan tentang perilaku merusak diri sendiri yang dapat diterima secara budaya. Jika bunuh diri selesai dipandang sebagai perilaku maskulin, maka upaya bunuh diri tidak sesuai dengan peran pria. Mengikuti alasan ini, laki -laki bunuh diri dapat memilih metode kekerasan, karena itu akan membuat mereka lebih cenderung "berhasil" dalam tindakan mereka.9 Beberapa atribut penggunaan metode wanita yang kurang kekerasan terhadap kepedulian mereka terhadap penampilan tubuh - bagaimana mereka akan melihat dalam kematian.11 12 The EAAD (European Alliance Against Depression), an international partnership of 16 European countries, established in 2004, aims to reduce suicide rates in participating countries by implementing evidence-based actions and creating recommendations for effective interventions.13 The EAAD intervention concept is partly based Tentang Pengalaman Aliansi Nuremberg Menentang Depresi, sebuah proyek model yang telah terbukti efektif dalam mengurangi jumlah tindakan bunuh diri.14 Data epidemiologis tentang metode bunuh diri yang dikumpulkan dalam perjalanan proyek ini memberikan kesempatan untuk berkontribusi ke lapangan pencegahan bunuh diri. Penelitian ini melaporkan metode bunuh diri spesifik gender di 16 negara yang berpartisipasi dalam EAAD, membandingkan hasil antara negara-negara dan melakukan upaya untuk kelompok-negara kelompok dengan pola metode bunuh diri yang sama. Data dikumpulkan dari 16 negara Eropa yang berpartisipasi dalam proyek yang didanai Komisi Eropa “Aliansi Eropa Melawan Depresi”. Inggris diwakili dalam penelitian ini oleh dua negara: Inggris dan Skotlandia. Di Belgia, Estonia, Finlandia, Jerman, Hongaria, Islandia, Italia (Tyrol Selatan), Luksemburg, Belanda, Portugal, Skotlandia, Slovenia, Spanyol dan Swiss, metode yang digunakan dalam Undang-Undang Bunuh Diri diidentifikasi sesuai dengan kode X60-X84, The Codes X60-X84, ini diidentifikasi sesuai dengan kode X60-X84. Dengan revisi kesepuluh dari klasifikasi statistik internasional penyakit dan masalah kesehatan terkait (ICD-10; Organisasi Kesehatan Dunia, 1992). Di negara-negara berikut, tindakan bunuh diri diidentifikasi oleh ICD-9 (Organisasi Kesehatan Dunia, 1978) kode E950-E959 untuk beberapa atau seluruh periode penelitian: Inggris pada tahun 2000, Portugal pada tahun 2000-1 dan Irlandia untuk seluruh periode penelitian. Karena data tentang bunuh diri khusus metode tidak tersedia melalui databank WHO, data diperoleh dari lembaga statistik yang sesuai dari negara-negara EAAD. Secara khusus, lembaga yang bertanggung jawab yang menyediakan data adalah Belgia, Kementerian Kesehatan Flemish bekerja sama dengan Institut Statistik Nasional (Statistik Belgia); Estonia, Statistik Estonia (Statistikaamet) www.stat.ee; Inggris, Observatorium Kesehatan Masyarakat Tenggara (Sepho) www.sepho.nhs.uk; Finlandia, Statistik Finlandia (Tilastokeskus) www.stat.fi; Jerman, Sistem Informasi Pemantauan Kesehatan Federal (Gesundheitsberichterstattung des Bundes) www.gbe-bund.de; Kantor Statistik Pusat Hongaria, Hongaria; Islandia, Statistik Islandia www.statice.is; Irlandia, Kantor Statistik Pusat (CSO) Irlandia www.cso.ie; Italia (Tyrol Selatan), Kantor Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit S Maurizo Bolzano (Servizio Igiene Ospedale S Maurizio Provincia di Bolzano); Luksemburg, (Ministère de la Santé) www.ms.etat.lu; Belanda, Statistik Belanda (Biro Centraal Voor de Statistiek) http://statline.cbs.nl/; Portugal, Statistics Institute (Instituto Nacional de Estatística) http://www.ine.pt/portal/; Skotlandia, Kantor Daftar Umum untuk Skotlandia www.gro-scotland.gov.uk; Slovenia, Institut Kesehatan Masyarakat dan Kantor Statistik Republik Slovenia; Spanyol, National Statistics Institute (Instituto Nacional de Estatistica) www.ine.es; Swiss, Kantor Statistik Federal Swiss (Bundesamt Für Statistik) www.bfs.admin.ch. Database EAAD berisi kematian bunuh diri yang terdaftar dengan lembaga -lembaga yang disebutkan di atas yang bertanggung jawab atas statistik kesehatan negara -negara yang berpartisipasi untuk tahun -tahun berikutnya: 2000–5 di Estonia, Finlandia, Jerman, Italia (Kabupaten Tyrol Selatan), Luksemburg, Belanda, Skotlandia dan Spanyol, Pada tahun 2000–4 di Belgia (Wilayah Flemish, 59% dari seluruh populasi), Inggris, Hongaria, Islandia, Irlandia, Portugal, Slovenia dan Swiss. Semua metode bunuh diri dikategorikan kembali menjadi delapan kelompok menggunakan semua kode X ICD-10 (Tabel 1). Kategori "Lainnya" mencakup metode yang menyumbang kurang dari 3% dari keseluruhan jumlah bunuh diri: bahan peledak (x75), api (x76), uap panas (x77), pemotongan/penusuk dengan benda tajam (x78), pemotongan/ Piercing dengan objek tumpul (x79), menabrak kendaraan bermotor (x82), dengan cara tertentu dan dapat diklasifikasikan (x83) dan cara lain yang tidak ditentukan (x84). Tabel 1Suisida Metode dalam jumlah absolut dan persentase berdasarkan jenis kelamin di negara -negara EAAD yang dikombinasikan selama tahun 2000-4/5* Suicide methods in absolute numbers and percentages by gender in EAAD countries combined through the years 2000–4/5* Analisis statistikAnalisis statistik dilakukan dengan SPSS 14.0 dan StatsDirect 2.3.7. Untuk membandingkan metode bunuh diri pria dan wanita, risiko relatif (RR) dengan interval kepercayaan 95% di semua negara yang diteliti dihitung secara terpisah dan total. Untuk negara pengelompokan dengan distribusi metode bunuh diri mereka, distandarisasi untuk skor-z (skor-z mengungkapkan berapa banyak unit standar deviasi yang di atas atau di bawah rata-rata) secara terpisah oleh pengelompokan hierarkis gender menggunakan metode lingkungan diterapkan. Prosedur ini berupaya mengidentifikasi kelompok kasus (negara) yang relatif homogen berdasarkan karakteristik yang dipilih (metode bunuh diri), menggunakan algoritma yang dimulai dengan setiap kasus dalam cluster terpisah dan menggabungkan cluster sampai hanya satu yang tersisa (SPSS 14.0). Tingkat signifikansi statistik ditetapkan pada α = 0,05. HasilLaporan ini didasarkan pada 160 460 kasus bunuh diri, 119 122 (74%) laki -laki dan 41 338 (26%) perempuan, yang melakukan bunuh diri di 16 negara Eropa selama tahun 2000-4/5. Metode bunuh diri yang paling sering untuk semua negara EAAD yang diteliti untuk kedua jenis kelamin adalah tergantung (54,3% di antara pria dan 35,6% di antara "bunuh diri" wanita). Untuk laki -laki, gantung diikuti jauh dan di tempat yang hampir sama dengan senjata api (9,7%) dan keracunan oleh obat -obatan (8,6%). Untuk wanita, keracunan oleh obat -obatan (24,7%) dan melompat dari tempat yang tinggi (14,5%) adalah metode yang paling sering terjadi (Tabel 1). Hanging adalah metode bunuh diri yang paling sering terjadi di antara laki -laki di semua negara kecuali di Swiss, di mana senjata api peringkat pertama. Senjata api adalah metode bunuh diri paling umum kedua di antara laki -laki di Belgia, Estonia, Finlandia, Jerman dan Slovenia. Penggunaan senjata api peringkat terendah di Skotlandia (Tabel 2). Tabel 2Sibuida Metode dalam persentase di negara -negara EAAD berdasarkan jenis kelamin, sarana tahunan untuk tahun 2000-4/5 Suicide methods in percentages in EAAD countries by gender, annual means for the years 2000–4/5 Gantung adalah metode yang paling umum di antara wanita di delapan negara: Belgia, Estonia, Jerman, Hongaria, Irlandia, Belanda, Portugal dan Slovenia. Keracunan oleh obat -obatan adalah metode yang paling sering untuk wanita di lima negara: Inggris, Finlandia, Islandia, Skotlandia, dan Swiss. Di antara wanita, melompat dari tempat tinggi yang berada di peringkat pertama di Italia (Tyrol Selatan), Luksemburg dan Spanyol (Tabel 2). Perbandingan metode bunuh diri pria dan wanita menunjukkan bahwa laki -laki memiliki risiko yang secara statistik secara signifikan lebih tinggi daripada wanita menggunakan senjata api, menggantung dan meracuni dengan cara lain, dan risiko yang lebih rendah dalam keracunan oleh obat -obatan, tenggelam dan melompat (Tabel 3). Di semua negara EAAD, laki -laki memiliki risiko lebih tinggi untuk digantung daripada wanita. Situasinya serupa untuk senjata api; Hanya di Italia, perbedaan pria-wanita tidak mencapai signifikansi statistik. Tabel 3 Risiko relatif dengan metode bunuh diri di negara -negara EAAD yang membandingkan laki -laki dengan wanita Relative risks by suicide methods in EAAD countries comparing males to females Wanita lebih sering menggunakan keracunan oleh narkoba daripada laki -laki di semua negara. Hanya di Italia bahwa risiko keracunan wanita yang lebih tinggi oleh obat -obatan tidak signifikan secara statistik. Demikian pula, tenggelam lebih umum pada wanita daripada pada pria di semua negara kecuali di Luksemburg. Wanita juga memiliki risiko melompat lebih tinggi daripada laki -laki, kecuali di Islandia. Metode bunuh diri lainnya bervariasi berdasarkan negara (Tabel 3). Pengelompokan dengan pengelompokan hierarkis menggunakan metode lingkungan menunjukkan bahwa negara -negara dapat dibagi menjadi lima kelompok utama dengan metode bunuh diri di antara laki -laki. Kelompok pertama (Estonia, Slovenia, Hongaria) memiliki proporsi gantung yang sangat tinggi dan proporsi rendah tenggelam dan menggunakan objek bergerak sebagai rata -rata. Kelompok kedua (Finlandia dan Swiss) memiliki proporsi tertinggi menggunakan senjata api dan yang terendah dari gantung dibandingkan dengan negara -negara lain; Juga keracunan obat di atas rata -rata. Kelompok ketiga (Jerman, Belgia dan Belanda) memiliki proporsi rata -rata gantung dan keracunan oleh narkoba. Di negara -negara dalam kelompok keempat (Inggris, Skotlandia dan Islandia), proporsi keracunan narkoba lebih tinggi daripada di negara lain dan keracunan dengan cara lain di atas rata -rata. Kelompok kelima (Italia, Spanyol, Luksemburg dan Portugal) memiliki proporsi yang tinggi untuk melompat bersama dengan proporsi rendah menggunakan objek bergerak. Italia, Portugal dan Spanyol juga memiliki persentase keracunan yang rendah oleh obat -obatan. Irlandia tidak dapat dikelompokkan dengan negara -negara lain karena proporsi tinggi tenggelamnya. Untuk wanita, pengelompokan dengan pengelompokan hierarkis negara -negara terbagi menjadi tiga kembar tiga dan tiga pasangan. Cluster pertama terdiri dari Inggris, Skotlandia dan Hongaria yang semuanya memiliki proporsi keracunan yang tinggi oleh obat -obatan, persentase rendah dari melompat dan proporsi rata -rata tenggelam. Cluster kedua, Jerman, Slovenia dan Belanda, mirip dengan rata -rata keseluruhan. Estonia memiliki proporsi gantung yang sangat tinggi dan proporsi yang sangat rendah dari tenggelam dan penggunaan benda bergerak, akibatnya Estonia tidak dapat dikelompokkan dengan negara lain. Finlandia dan Swiss masing -masing memiliki persentase keracunan yang tinggi oleh obat -obatan dan proporsi gantung yang rendah. Belgia dan Irlandia memiliki proporsi tinggi tenggelam dan proporsi lompatan yang rendah. Italia, Luksemburg, dan Spanyol memiliki proporsi lompatan yang sangat tinggi dan proporsi gantung yang rendah. Pasangan terakhir, Islandia dan Portugal, peringkat di atas rata -rata dalam tenggelam dan rendah dalam penggunaan objek yang bergerak. Hanging berada di peringkat di bawah rata -rata. DISKUSIPertimbangan MetodologisPenelitian ini, sepengetahuan kami, adalah pemeriksaan epidemiologis multisite pertama dari kematian kode X di Eropa yang menggambarkan, membandingkan dan menganalisis pola tujuh metode bunuh diri yang paling sering dengan jenis kelamin di 16 negara Eropa yang mewakili 308 319 445 penduduk, atau 52% populasi Eropa (Persemakmuran Negara -negara Independen tidak termasuk; http://data.euro.who.int/hfamdb/). Data yang dilaporkan didasarkan pada rata -rata lima hingga enam tahun terakhir. Skema pelaporan ini menghilangkan fluktuasi sementara yang penting untuk jumlah kecil karakteristik kematian bunuh diri, terutama ketika dibagi dengan metode gender dan bunuh diri. Salah satu keterbatasan penelitian ini adalah bahwa dua klasifikasi penyebab kematian yang berbeda ditanggung: di Inggris, Irlandia dan Portugal Revisi ke-9 ICD digunakan, yang digantikan oleh kematian X-code menggunakan ICD-10 di negara-negara lain . Untuk memverifikasi bahwa sampel EAAD dapat mewakili seluruh Eropa dalam hal kematian bunuh diri, rata-rata tingkat bunuh diri tahunan yang disesuaikan dengan usia tahunan antara tahun 2000-5 dibandingkan. Untuk negara -negara EAAD menggabungkan tingkat bunuh diri 16,3 untuk 100.000 laki -laki dan 5,0 untuk 100.000 wanita lebih rendah terhadap kematian bunuh diri seluruh Eropa (Commonwealth of Independent State) —28,9 untuk pria dan 6,1 untuk wanita. Tingkat yang disesuaikan dengan usia masing-masing untuk 15 negara anggota Uni Eropa (hingga 1 Mei 2004) —16.0 untuk pria dan 5,0 untuk wanita (rata-rata untuk tahun 2000-4) —semas mirip dengan rata-rata negara EAAD yang digabungkan. Sehubungan dengan masing-masing negara, ada beberapa negara yang dibatasi oleh sampel non-representatif: Belgia hanya diwakili oleh wilayah Flemish dan Italia hanya diwakili oleh Kabupaten Tyrol Selatan. Juga, dua wilayah dilaporkan secara terpisah di Inggris. Karena Inggris dan Skotlandia adalah dua situs terpisah dalam studi EAAD, mereka dilaporkan di sini dengan hati -hati sebagai dua negara terpisah. Untuk menguji keandalan data yang diperoleh oleh negara -negara mitra EAAD, jumlah bunuh diri pria dan wanita dibandingkan dengan data WHO dalam database kematian Eropa. Ada kesepakatan antara data WHO dan EAAD mengumpulkan data di Estonia, Finlandia, Jerman, Hongaria, Belanda, Portugal, Slovenia dan Spanyol. Untuk mengutip di mana suatu wilayah, bukannya seluruh negara dipelajari (Belgia, Italia, Inggris dan Skotlandia), data tidak sebanding dengan data WHO. Ada beberapa perbedaan penting antara EAAD dan data WHO. Data EAAD untuk Irlandia adalah 8,5% dan untuk Luksemburg 1,8% lebih tinggi dari data WHO. Sebaliknya, data EAAD dari Islandia dan Swiss masing -masing lebih rendah - masing -masing 2,9% dan 0,5%. Metode bunuh diri pria dan wanitaMeskipun tingkat bunuh diri yang lengkap umumnya jauh lebih tinggi pada pria daripada pada wanita dengan pengecualian beberapa negara Asia, 15-17 ada lebih banyak upaya bunuh diri yang terdaftar untuk wanita oleh studi multicentre WHO/Euro di sebagian besar negara yang berpartisipasi, 16 dan banyak lagi lainnya Depresi yang didiagnosis pada wanita relatif terhadap pria.10 12 18 Paradoks gender ini mempertanyakan alasan yang mungkin untuk tingkat prevalensi yang berbeda pada bunuh diri pria-wanita yang diselesaikan.9 19 Beberapa penelitian telah membahas masalah berbagai pola metode yang digunakan pada populasi bunuh diri pria dan wanita sebagai alasan utama perbedaan gender dalam kematian bunuh diri. Secara tradisional, wanita telah memilih metode bunuh diri yang kurang mematikan dan pria telah memilih teknik yang lebih kejam dan yang konsekuensinya tidak dapat diubah.3–5 20 Spicer et al7 mengungkapkan bahwa senjata api, tenggelam dan mati lemas/gantung adalah metode yang paling mematikan dan konsumsi overdosis/racun obat dan pemotongan/penindikan adalah metode yang paling mematikan. Dalam klasifikasi kartu, 21 selain metode yang disebutkan di atas melompat dari tempat tinggi dan melompat di depan objek bergerak ditambahkan ke metode yang sangat mematikan. Kartu memenuhi syarat penggunaan api sebagai metode bunuh diri yang kurang mematikan. Penelitian ini ditemukan menggantung sebagai metode bunuh diri yang paling dominan di semua negara EAAD digabungkan. Faktanya, 54,3% pria dan 35,6% wanita dalam penelitian kami meninggal karena gantung. Karena gantung tersedia secara universal, masuk akal bahwa itu adalah metode bunuh diri yang paling umum di banyak negara di seluruh dunia22; Namun, ada variabilitas yang cukup besar secara internasional. Sebuah studi tentang metode bunuh diri dalam sejumlah besar kasus di Jepang dan Amerika Serikat mengungkapkan bahwa Jepang memiliki proporsi gantung yang sangat tinggi (70,4% untuk pria dan 60% untuk wanita); Proporsi ini jauh lebih rendah (18,2% untuk pria dan 16,2% untuk wanita) di Amerika Serikat.23 Demikian pula, sebuah penelitian Australia melaporkan tergantung di 32% dari kasusnya.24 Menggantung dan keracunan diri dengan pestisida adalah cara bunuh diri yang disukai bunuh diri yang disukai di India Selatan.25 Keracunan diri (x60-x69) peringkat sebagai metode bunuh diri tertinggi kedua untuk kedua pria (14,0%) dan wanita (29,0%) di negara-negara EAAD digabungkan. Dalam eaad ini biasanya berarti keracunan oleh obat-obatan-yaitu obat (x60-x64), berbeda dengan tren di seluruh dunia, yang menunjukkan bahwa keracunan diri dengan pestisida adalah metode yang sering digunakan di antara keracunan lainnya (x65-x69) di banyak orang Asia , Negara -negara Afrika dan Amerika Latin, akuntansi di daerah pedesaan untuk sekitar sepertiga dari semua bunuh diri di seluruh dunia.1 Sebenarnya, di pedesaan China pestisida konsumsi menyumbang 58% dari semua bunuh diri dan menyumbang 79% dari semua bunuh diri di antara wanita muda di daerah pedesaan .26 Senjata api, metode yang sangat mematikan, berada di peringkat ketiga di antara laki -laki (9,7%) dan jarang digunakan di antara wanita (1,3%) di negara -negara EAAD yang digabungkan. Di Amerika Serikat, proporsi masing -masing jauh lebih tinggi - 63,1% dan 37,2% .23 Sebuah studi Australia24 melaporkan penggunaan senjata api pada 22% dari total bunuh diri. Di Jepang23 dan China27 penggunaan senjata api sebagai alat bunuh diri jarang terjadi. Literatur tentang topik ini menunjukkan bahwa membatasi akses ke senjata api telah ditemukan sebagai rata -rata yang efektif untuk mengurangi kematian bunuh diri.28 29 Terlepas dari urutan peringkat yang sama dari metode bunuh diri di antara pria dan wanita yang digabungkan, laki -laki memiliki risiko 7,2 kali lebih tinggi menggunakan senjata api dan risiko gantung 1,5 kali lebih tinggi daripada wanita, sementara keracunan oleh obat -obatan dan tenggelam adalah metode yang didominasi oleh wanita. Metode yang tersisa memiliki dominasi pria-wanita yang berbeda di berbagai negara. Mempertimbangkan sistem klasifikasi Spicer et al7 dan Card, 21 di negara -negara Eropa laki -laki memiliki risiko lebih tinggi menggunakan metode yang lebih mematikan seperti menggantung dan senjata api daripada wanita. Negara pengelompokanAda kesamaan yang kuat antara Hongaria, Slovenia dan Estonia, berdasarkan bagian yang sangat tinggi untuk menggantung baik untuk pria dan wanita. Dalam upaya untuk menemukan penjelasan, kami mencatat fitur-fitur umum berikut: latar belakang sosialis baru-baru ini, perubahan sosial-politik dan ekonomi yang cepat dalam mengintegrasikan ke dalam Uni Eropa, konsumsi alkohol yang sangat tinggi, tingkat ketergantungan alkohol yang tinggi dan penyalahgunaan di antara bunuh diri17 30-33 dan tingkat bunuh diri secara keseluruhan yang tinggi. Mengacu pada analisis gugus metode bunuh diri pria, tidak termasuk bekas negara -negara blok timur (Estonia, Hongaria dan Slovenia) dan Finlandia dan Swiss, kelompok -kelompok negara yang tersisa muncul, pada pandangan pertama, serupa dalam metode bunuh diri dengan kedekatan geografis. Di Eropa Barat Laut (Inggris, Skotlandia dan Islandia), proporsi keracunan yang tinggi oleh obat -obatan ditemukan. Eropa Tengah (Belgia, Jerman dan Belanda) dekat dengan rata -rata EAAD mengenai sebagian besar metode dan Eropa selatan (Italia, Portugal, Spanyol, termasuk juga Luksemburg) ditandai dengan proporsi lompatan yang sangat tinggi. Irlandia tidak dapat dikelompokkan karena tingkat tenggelam yang sangat tinggi. Sungguh mengejutkan menemukan pola metode bunuh diri yang hampir kongruen untuk kedua jenis kelamin di Swiss dan Finlandia yang ditandai dengan tingkat keracunan yang tinggi oleh obat -obatan dan senjata api dan juga proporsi gantung yang rendah. Kesamaan seperti itu tidak ada pada wanita dan kelompok wanita tidak dapat diidentifikasi. Kemungkinan pencegahanTingginya tingkat gantung menempatkan keterbatasan yang cukup besar pada pengurangan bunuh diri melalui pembatasan metode kecuali dalam pengaturan kelembagaan.34 35 De Leo et al24 Menggantung terkait dengan memiliki kontrol impuls rendah, dalam jangka pendek, krisis bunuh diri dan menerima perawatan psikiatri masa lalu atau saat ini saat ini . Mereka menyerukan penyelidikan lebih lanjut untuk mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang gantung dan untuk mengembangkan metodologi pencegahan yang tepat. Cantor dan Baume34 juga menunjukkan bahwa sedikit penelitian telah memeriksa gantung dan menyarankan gantung mungkin dipengaruhi oleh perubahan persepsi publik tentang penerimaan sosial bunuh diri dengan menggantung. Keracunan diri, sebagai metode yang berpotensi dapat dicegah, 28 36 harus menjadi topik penyelidikan lebih lanjut mengenai promosi kebijakan pencegahan bunuh diri. Klasifikasi X menawarkan kesempatan untuk menilai penggunaan keracunan diri sebagai metode bunuh diri. Inisiatif kesehatan masyarakat global cross-sectional dengan tujuan keseluruhan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terkait dengan keracunan pestisida telah diumumkan oleh WHO.1 keracunan diri oleh obat-obatan menyumbang seperempat dari kematian perempuan di negara-negara EAAD dan di beberapa negara tersebut Hampir setengah dari bunuh diri wanita. Dengan demikian, keracunan diri layak mendapat perhatian dan penerapan praktik terbaik di lapangan. Ada beberapa makalah tentang pencegahan bunuh diri yang membahas masalah gender pada pilihan metode.37 Mengidentifikasi dan membandingkan pola metode bunuh diri yang digunakan di berbagai negara berdasarkan gender dapat mengarah pada pengembangan strategi intervensi. Penelitian ini mengidentifikasi kelompok -kelompok negara dengan pola metode bunuh diri yang sama dengan jenis kelamin dan mendorong penelitian dan pengembangan strategi pencegahan bunuh diri kolaboratif. Namun demikian, kontrol akses ke metode hanyalah salah satu strategi untuk pencegahan bunuh diri. Pendekatan lain, seperti identifikasi yang lebih baik dan pengobatan gangguan mental dan peningkatan bantuan toksikologis, harus diberlakukan. Analisis lebih lanjut dari korelasi sosiodemografi lainnya diperlukan, terutama distribusi usia pemanfaatan metode bunuh diri dan analisis rinci keracunan oleh obat -obatan sebagai metode yang dapat dicegah untuk menyelesaikan bunuh diri. Apa yang sudah diketahui tentang hal ini
Apa yang ditambahkan studi ini
Implikasi kebijakanPenelitian tentang metode bunuh diri, dengan mempertimbangkan praktik terbaik dalam pembatasan cara, dapat mengarah pada pengembangan strategi intervensi yang efektif. Artikel Tertaut
Baca teks lengkapnya atau unduh pdf:Masuk menggunakan nama pengguna dan kata sandi Anda |