Apakah tensi tinggi sama dengan darah tinggi

Jika tidak ditangani dengan tepat, darah tinggi atau hipertensi dapat menyebabkan komplikasi berbahaya, seperti penyakit jantung dan stroke yang bisa mengancam jiwa.

Keadaan yang disebut hipertensi dalah ketika pembacaan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik di atas 90 mmHg.

Baca juga: 9 Penyebab Darah Tinggi yang Harus Diwaspadai

Sayangnya, kesalahpahaman tentang darah tinggi dapat pula menyebabkan keterlambatan dalam penanganan hipertensi.

Berikut ini beberapa contoh kesalahpahaman darah tinggi yang perlu diluruskan:

1. Menyamakan kurang darah dan darah rendah

Masyarakat awam kiranya sering kali beranggapan kadar hemoglobin rendah, yakni <13 gr/dl untuk pria dan <12 gr/dl untuk wanita menunjukkan adanya hipotensi (tekanan darah rendah).

Padahal, hemoglobin berbeda dengan tekanan darah atau tensi.

Hb rendah sebagai tanda anemia timbul karena jumlah sel darah merah yang membawa oksigen kurang dari normal.

Jika dikaitkan dengan hemoglobin, tekanan darah tinggi adalah kompensasi dari rendahnya hemoglobin.

Tekanan darah bisa sangat rendah apabila terjadi anemia akut akibat perdarahan hebat.

Baca juga: Berapa Tekanan Darah Normal pada Orang Dewasa?

2. Sakit kepala atau pusing selalu dianggap tekanan darah naik

Faktanya, tekanan darah tinggi tidak selalu disertai sakit kepala.

Inilah yang membuat banyak penderita hipertensi terlambat diobati karena tidak timbul gejala.

Saat timbul sakit kepala akibat hipertensi, kondisinya cenderung sudah parah dan timbul komplikasi.

Oleh sebab itu, akan lebih baik bagi siapa saja, terutama yang memiliki faktor risiko hipertensi bisa melakukan pengukuran tekanan darah secara rutin atau tidak menunggu sakit kepala dulu baru mendatangi dokter.

Ada pula orang yang mungkin langsung khawatir tekanan darahnya rendah ketika sakit kepala timbul berulang.

Tak hanya penderita, dokter mungkin juga bisa beranggapan demikian.

Tekanan darah yang relatif rendah biasanya ditemukan pada wanita berusia muda, yakni sekitar 90 mmHg atau bahkan lebih rendah.

Baca juga: 11 Tanaman Herbal untuk Menurunkan Darah Tinggi

Tetapi, seiring bertambahnya usia, tekanan darah lama kelamaan meningkat hingga mencapai angka normal.

Kondisi ini tidak memerlukan intervensi medis.

3. Obat hipertensi tidak perlu dikonsumsi lagi jika tekanan darah sudah turun atau normal

Faktanya, obat antihipertensi mesti dikonsumsi seumur hidup oleh penderita hipertensi berat.

Diet rendah garam dan olahraga teratur saja tidak menjamin tekanan darah akan terkontrol.

Penderita hipertensi berat atau stadium 2 wajib minum obat rutin dengan pengawasan dokter.

Bahkan, ketika usia bertambah, tekanan darah bisa saja semakin meningkat atau tinggi.

Pasalnya, kemampuan tubuh penderita untuk mengendalikan tekanan darah menurun, sehingga bisa jadi perlu juga diberi tambahan dosis atau obat.

4. Minum obat darah tinggi terus-terusan sebabkan ketergantungan

Faktanya, dampak tidak rutin minum obat hipertensi jauh lebih berbahaya daripada efek samping obat karena tekanan darah bisa meningkat tiba-tiba.

Dengan demikian, penderita hipertensi justru perlu menggantungkan diri pada obat antihipertensi.

Tidak seperti zat adiktif atau narkoba, obat hipertensi tidak menimbulkan ketergantungan.

Selama konsumsi obat tersebut, penderita hipertensi penting untuk selalu berkonsultasi dengan dokter dan mengikuti anjurannya.

Baca juga: 5 Obat Darah Tinggi untuk Mengatasi Hipertensi

Selain konsumsi obat, penderita hipertensi biasanya juga akan dianjurkan untuk melakukan tes fungsi hati (SGOT/SGPT) dan ginjal (ureum/kreatinin) setiap 6 bulan.

Pemeriksaan ini untuk memastikan fungsi kedua organ tetap baik dan agar obat bisa dimetabolisme dan dikeluarkan dari tubuh, sehingga tidak terjadi penumpukan.

5. Hipertensi bisa disembuhkan

Anggapan ini keliru dan bisa jadi menyebabkan penderita berhenti minum obat.

Beberapa orang bahkan tidak lagi menjaga pola makan dan gaya hidup sehat karena menganggap hipertensi sebagai masalah kesehatan yang sepele (bisa disembuhkan).

Faktanya, hipertensi tidak bisa disembuhkan, tapi bisa dikendalikan.

Hanya sedikit orang yang hipertensinya tidak muncul dalam kurun waktu lama, yakni hingga bertahun-tahun atau puluhan tahun.

Untuk hipertensi, ada dua penyebabnya, yaitu primer dan sekunder. Penyebab primer disebabkan oleh faktor genetik, sedangkan penyebab sekunder bisa diakibatkan oleh adanya gangguan pada ginjal, pembuluh darah, dan sistem endokrin.

Pada 90-95 persen kasus, hipertensi disebabkan oleh penyebab primer, sedangkan 2-10 persen diakibatkan oleh penyebab sekunder.

Selain itu, hipertensi juga bisa timbul akibat konsumsi obat-obatan tertentu seperti kokain, siklosporin, alkohol, nikotin hingga obat-obatan herbal.

Artikel lainnya: Mengungkap Hubungan Tekanan Darah Tinggi dan Sakit Gigi

Bedanya dengan hipotensi, tekanan darah seseorang bisa drop pada suatu waktu karena berbagai kondisi dan tidak menimbulkan gejala apa pun. Namun, pada kondisi tertentu bisa menyebabkan hipotensi dalam jangka waktu yang lama, dan tentunya bisa berbahaya bila ditangani pada kondisi di bawah ini:

Beberapa jenis obat-obatan juga bisa menurunkan tekanan darah, seperti beta blocker dan nitrogliserin yang sering diberikan pada pasien penyakit jantung. Obat diuretik, antidepresan, dan obat disfungsi ereksi juga dapat menyebabkan hipotensi.

Artikel lainnya: 9 Makanan yang Bisa Menurunkan Tekanan Darah

Meski begitu, pada sebagian orang, tekanan darah yang rendah sering tidak diketahui penyebabnya. Kondisi ini disebut sebagai hipotensi asimtomatis kronis.

Lantas, bagaimana cara mencegah dan mengatasi hipertensi dan hipotensi?

Penanganannya bergantung pada penyebabnya. Pada tekanan darah tinggi, selain pemberian obat-obatan antihipertensi, American Heart Association menganjurkan penderitanya untuk melakukan pembatasan konsumsi garam maksimal 1.500 mg per hari.

Pengurangan konsumsi garam tersebut dapat menurunkan tekanan darah hingga 2-8 mmHg.

Sementara itu, bagi penderita hipotensi, juga perlu diketahui penyebab yang mendasarinya serta menghindari faktor pencetusnya.

Bila mengonsumsi obat-obatan tertentu yang bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah rendah, sebaiknya ikuti anjuran dokter dan jangan menentukan dosis obat sendiri.

Meski keduanya sama-sama merupakan gangguan pada tekanan darah, mengenali perbedaan antara hipertensi dan hipotensi bisa jadi awal langkah pencegahan yang baik. Jangan lupa juga untuk cek tekanan darah secara berkala. Untuk konsultasi seputar dua kondisi ini, klik fitur LiveChat di aplikasi KlikDokter, ya!

Darah tinggi biasanya tensi berapa?

Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya. Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik.

Apakah tensi dan tekanan darah sama?

Tekanan darah atau tensi adalah salah satu tanda vital yang harus rutin dipantau. Ada dua jenis gangguan tekanan darah yang dikenal, yaitu hipertensi dan hipotensi.

Tensi tinggi itu karena apa?

Seseorang dapat mengalami tekanan darah tinggi apabila semakin banyak darah yang dipompa oleh jantung dan akibat sempitnya pembuluh darah pada arteri. Hipertensi dapat diketahui dengan pemeriksaan secara rutin pada tekanan darah. Hal ini direkomendasikan untuk dilakukan setiap tahun oleh semua orang dewasa.

Apakah tensi tinggi itu darah tinggi?

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/ tenang (InfoDATIN, Kemenkes RI). Tanda atau gejala apa saja yang perlu diketahui?