Sejumlah gadis yang mengenakan baju adat tradisional Gorontalo. Busana ini penuh simbol yang hingga kini masih dipercaya oleh masyarakat. KOMPAS.com - Banyaknya pulau di Indonesia membawa Indonesia memiliki keberagaman suku dan budaya. Keanegakaran tersebut menjadi kekuatan bangsa bagi Indonesia. Dalam buku Keindonesiaan dalam Budaya (2007) karya Edi Sedyawati, masing-masing daerah tentu memiliki ciri khasnya. Berbagai bentuk budaya daerah merupakan akar dari budaya nasional. Jika budaya berkembang, maka budaya nasional juga berkembang. Beberapa sikap untuk saling menghargai budaya orang lain adalah:
Baca juga: Perubahan Sosial Budaya dan Bentuknya Cara melestarikan budayaDilansir dari situs resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, kebudayaan memegang peran penting dalam majunya bangsa Indonesia. Beberapa cara untuk melestarikan budaya, di antaranya: Mengajarkan budaya ke orang lainJanganlah menyimpan kekayaan budaya diri sendiri hanya untuk kita sendiri. Salah satu caranya dengan mengajarkan budaya kita kepada orang lain, baik di lingkungan rumah maupun sekolah. Cara ini berdampak positif bagi budaya kita. Semakin banyak orang yang mengajarkan atau memberitahu, banyak orang lain yang mengetahui mengenai budaya daerah sendiri atau daerah lain. Semakin banyak pengetahuan budaya yang dimiliki, maka semakin besar rasa kita untuk saling menghormati kebudayaan orang lain. Baca juga: Komunikasi Lintas Budaya: Pengertian dan Tujuannya
Grup tari Surya Gamelan saat tampil pada acara Malam Budaya Indonesia di Yunani pada Rabu, 10 Juli 2019 Tidak terpengaruh budaya asingUntuk melestarikan budaya sendiri, sebaiknya kita tidak terpengaruh dengan budaya negara lain. Pada era globalisasi saat ini, budaya asing sangat mudah masuk ke tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Dengan banyak budaya asing yang masuk, sebaiknya kita menjadikan budaya sendiri sebagai identitas diri. Menjadi peluang untuk memperkenalkan budaya Indonesia. Meski budaya asing dinilai lebih modern dan lebih gaul, budaya Indoensia juga tidak kalah bagusnya untuk diperkenalkan. Jika budaya asing begitu-begitu saja, budaya Indonesia justru banyak ragamnya. Selain tidak terpengaruh budaya asing, sebaiknya kita tetap memilah budaya asing untuk dipelajari. Jangan sampai asal memilih dan menghilangkan budaya sendiri. Kita boleh mempelajari budaya asing, namun harus dengan cermat. Mengambil sisi positif yang bisa mengembangkan diri kita, tanpa menghilangkan jati diri kebudayaan sendiri. Baca juga: Keberagaman Agama, Suku, dan Budaya di Indonesia Memperkenalkan budaya ke negara lainSelain memperkenalkan budaya sendiri di dalam negeri, kita juga patut memperkenalkan budaya kita ke luar negeri. Terlebih dengan teknologi media sosial yang semakin canggih. Dengan memanfaatkan media sosial, kita bisa memposting foto maupun video kesenian lokal dan budaya daerah Indonesia. Dengan memposting hal tersebut, maka secara tidak langsung sudah memperkenalkan budaya kita ke luar negeri. hal ini karena yang memanfaatkan media sosial atau internet tidak terbatas hanya orang Indonesia saja, melainkan semua orang di dunia. Memperkenalkan budaya Indonesia di luar negeri juga bisa dengan menggunakan pakaian-pakaian yang mencerminkan budaya Indonesia. Bagi beberapa orang yang sedang bekerja, sekolah, atau liburan ke luar negeri bisa menggunakan baju-baju produk hasil budaya lokal. Jika ada salah satu produsen baju lokal Indonesia di luar negeri, bisa menjadi sarana yang baik untuk kita menggunakannya. Baca juga: Keberagaman Budaya di Indonesia dan Contohnya Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
HASIYATI
Abstract Culture as a manifestation of a society should be taught early on in children. This can be done in a variety of ways. Early Childhood as an asset of a nation needs to be stimulated early on, in order to develop according to age. In order to achieve these goals, a tool in the form of media is needed. The required media can be a set of guidebooks in print or other media in the form of applications. Kata Kunci: Budaya, Anak Usia Dini, Media Visi pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2025 sebagai pusat pendidikan, budaya dan tujuan pariwisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Pendidikan sebagai sarana mewujudkan masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi manusia cerdas utuh berbudaya sesuai dengan filosofi, dan ajaran moral nilai luhur Budaya. Hal ini penting karena Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pusat pendidikan, pusat budaya, dan tujuan wisata bertaraf dunia yang mampu menjadi candradimuka bagi masyarakatnya dan masyarakat yang hadir di Yogyakarta, sehingga akan muncul manusia berbudaya yang berwatak satriya untuk kebaikan, keutamaan, kesejahteraan dan kebahagiaan bersama. Untuk itu berkembang wacana untuk menjadikan Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai pusat pendidikan berbasis budaya (lokal dan pluralistik yang ada dan tumbuh di Daerah Istimewa Yogyakarta) menjadi sangat kuat. Apabila keinginan ini terwujud, Daerah Istimewa Yogyakarta tidak saja menjadi tujuan wisata alam dan sejarah akan tetapi juga sebagai acuan orientasi pembangunan pendidikan dan sumberdaya manusia yang mendunia Kualitas manusia tersebut dapat diwujudkan melalui pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu, didukung tenaga pendidik yang berkualitas dan memenuhi standar kualifikasi serta kompetensi sesuai dengan tuntutan zaman. Untuk itu pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan dalam kerangka pembangunan jangka panjang tersebut perlu dirumuskan dalam suatu Peraturan Daerah. Hasil Pemetaan BP PAUD dan Dikmas Tahun 2019, sejumlah 653 lembaga, 479 lembaga memperoleh nilai rata-rata 63,21%, dan 174 lembaga memperoleh nilai rata-rata 36,79%. Pencapaian 479 lembaga, 3 dari 8 Standar Nasional Pendidikan yang mempunyai skor rendah. Skor Standar Nasional Pendidikan yang rendah, yaitu (1) Standar pembiayaan sejumlah 181 atau 37,89% lembaga yang melakukan pembukuan dengan baik. Satu dari dua indikator semua lembaga tidak melakukan pencatatan keuangan (2) Standar Pengelolaan sejumlah 242 lembaga atau 50,28% rata-rata. Satu dari 11 (sebelas) indikator yang nilainya rendah, pengelola tidak mempunyai panduan pelaksanaan sejumlah 396 lembaga (3) Standar Isi sejumlah 246 lembaga atau 51,42%. Satu dari empat indikator yang tidak terpenuhi yaitu pengelola tidak mempunyai acuan kurikulum yang menunjukkan ke khasan. Disini dapat di asumsikan bahwa kekhasan dari Yogyakarta adalah budaya yang ada dan adat kebiasaan yang masih dilestarikan sampai saat ini, dalam berbagai bentuk tradisi. Berdasarkan permasalahan di atas, maka rancangan penelitian ini akan mengungkap standar isi yang didalamnya ada muatan lokal yang sudah ada tetapi belum digunakan secara optimal dalam pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan, serta masalah yang dihadapi ketika melaksanakan pembelajaran. Harapan untuk membantu anak agar berbudaya sesuai dengan nilai-nilai luhur dan tema-tema yang dapat disusun untuk membantu proses pembelajaran agar pendidik mudah menerapkan, ketika membiasakan dan membelajarkan budaya. Muatan lokal (Mulok) Muatan lokal adalah istilah untuk menyebutkan mata pelajaran tambahan di sekolah, umumnya mapel yang ada di muatan lokal (mulok) adalah mapel yang tidak semua sekolah di Indonesia mengujikannya kepada siswa, mapel itu biasanya seperti bahasa daerah di masing-masing daerah sekolah. Menurut Dirjen Kurikulum Muatan Lokal adalah kurikulum yang di perkaya dengan materi pelajaran yang ada di lingkungan setempat. Menurut Kurikulum 1994 Kurikulum Muatan Lokal adalah materi pelajaran yang diajarkan secara terpisah, menjadi kajian tersendiri. Muatan lokal diperlukan untuk pelestarian budaya, pengembangan kebudayaan, serta pengubahan sikap lingkungan terhadap lingkungan. Fungsi dari adanya muatan lokal yaitu untuk memperluas pengetahuan siswa sesuai dengan kondisi daerahnya Pendidikan Berbasis Budaya Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan berbasis budaya adalah pendidikan yang diselenggarakan untuk memenuhi standar nasional pendidikan yang diperkaya dengan keunggulan komparatif dan kompetitif berdasar nilai-nilai luhur budaya agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi diri sehingga menjadi manusia yang unggul, cerdas, visioner, peka terhadap lingkungan dan keberagaman budaya, serta tanggap terhadap perkembangan dunia. Pengelolaan pendidikan berbasis budaya, yang selanjutnya disebut pengelolaan pendidikan, adalah pengaturan kewenangan dalam penyelenggaraan pendidikan berbasis budaya oleh Pemerintah daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, penyelenggara pendidikan yang didirikan masyarakat, dan satuan pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan. Pendidikan Berbasis Budaya Pendidikan pada anak usia dini merupakan wahana pendidikan yang sangat fundamental dalam memberikan kerangka dasar terbentuk dan berkembangnya dasar-dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan pada anak. Keberhasilan proses pendidikan pada masa dini tersebut menjadi dasar untuk proses pendidikan selanjutnya. Proses pendidikan pada anak usia dini hendaknya dilakukan dengan tujuan memberikan konsep-konsep dasar yang memiliki kebermaknaan bagi anak melalui pengalaman nyata. Hanya pengalaman nyatalah yang memungkinkan anak untuk menunjukkan aktivitas dan rasa ingin tahu (curiousity) secara optimal dan menempatkan posisi pendidik sebagai pendamping, pembimbing serta fasilitator bagi anak. Melalui proses pendidikan seperti ini diharapkan dapat menghindari bentuk pembelajaran yang hanya berorientasi pada kehendak pendidik (orang tua) yang menempatkan anak secara pasif dan pendidik menjadi dominan. Pada rentang usia ini anak mengalami masa keemasan (the golden years) yang merupakan masa dimana anak mulai peka/sensitif untuk menerima berbagai rangsangan. Masa peka pada masing-masing anak berbeda, seiring dengan laju pertumbuhan dan perkembangan anak secara individual. Masa peka adalah masa terjadinya kematangan fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini juga merupakan masa peletak dasar pertama untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif, psikomotorik, bahasa, sosio emosional dan spiritual. Tumbuhnya potensi seseorang di mulai dari proses perkembangan otaknya sejak masih dalam kandungan sehingga PAUD sangat penting untuk menstimulasi perkembangan otak yang berpengaruh pada peningkatan potensi seseorang. Berdasarkan hasil penelitian para ahli diketahui bahwa kualitas otak manusia ditentukan oleh: (1) banyaknya cabang dendrit, dan (2) jumlah dan kualitas sinaps atau hubungan antara cabang-cabang sel otak karena makin banyak sinap makin kompleks dan canggih kemampuan otak anak; dan (3) kualitas myelinasi akson, yaitu pembentukan gelembung-gelembung pembungkus akson yang berfungsi mempercepat transformasi gelombang informasi antar sel otak. a. Karakteristik anak usia dini Anak usia dini mempunyai karakteristik yang menonjol dan dapat dilihat ketika berinteraksi dengan orang lain. Menurut Richard D. Kellough dalam buku A Resource Guide for Teaching K-12 menjelaskan ada 7 karakteristik umum anak usia dini, yaitu: 1) Anak bersifat egosentris Ketika anak melakukan jenis permainan harus sama agar tidak saling Sehingga dapat bermain secara kondusif. 2) Anak memiliki rasa ingin tahu yang besar Ketika anak ingin mengetahui sesuatu, akan ditanyakan sampai detail. Banyak orang tua yang kurang paham sehingga mengatakan anaknya ceriwis. 3) Anak makhluk sosial Anak akan mencari teman sebayanya ketika bermain, sebagai seorang yang memerlukan teman. Sesama temannya merupakan interaksi sebagai makluk sosial. 4) Setiap anak adalah individu yang unik Anak tidak dapat disamakan dengan yang lain, dengan saudara sendiri saja tidak dapat diperlakukan yang sama. Sehingga jangan membandingkan dengan anak-anak yang lain walaupun usianya sama. Karena akan sesuai dengan minat dan bakatnya, serta lingkungan sosial yang mendukungnya 5) Penuh fantasi dan imajinasi Ketika anak menemukan sesuatu barang akan di bentuk sesuai dengan dan imajinasinya dengan yang sering dilihat. 6) Daya konsentrasinya pendek Konsentrasi anak berkisar 10 menit, untuk itu pembukaan pembelajaran yang tepat sudah dapat menginspirasi anak untuk mengembangkan. Ketika melebihi wakunya anak akan cepat bosan. Pentingnya menarik anak diawal pembelajaran 7)Pembelajar yang potensial Anak usia dini memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat, sehingga diperlukan stimulasi yang beragam, agar dapat mencapai optimal. b. Pembelajaran Yang Menyenangkan bagi Anak Usia Dini Menyenangkan mengandung makna bahwa pembelajaran untuk anak didik terbebas dari rasa takut dan menegangkan. Oleh karena itu guru harus mengupayakan situasi pembelajaran yang menyenangkan, dimulai dengan penataan lingkungan main yang menarik, dan memenuhi unsur kesehatan, mulai dari kebersihan lingkungan main, pengaturan cahaya apabila belajar di dalam ruangan, ventilasi yang baik, serta harus memenuhi unsur keindahan misalnya cat dinding yang segar dan bersih, lukisan dan karya-karya anak yang tertata rapi, media dan sumber belajar yang relevan, dan bahasa tubuh guru yang mampu membangkitkan motivasi belajar anak didik. Agar Pembelajaran bagi Anak Usia Dini menyenangkan maka harus memperhatikan beberapa hal yaitu: 1) Cara Belajar Anak Usia Dini a) Anak belajar secara bertahap Anak belajar bertahap sesuai dengan kematangan perkembangan Anak belajar dari mulai segala sesuatu yang konkrit, yang dapat dirasakan oleh inderanya. Anak seorang pembelajar alami dan sangat senang belajar (Raffini, 1993). Anak belajar mulai dengan cara menarik, mendorong, merasakan, mencicipi, menemukan, menggerak-gerakan dengan berbagai cara yang disukainya. b) Cara berpikir anak bersifat khas. Duit and Treagust (1995) menyatakan bahwa cara anak berpikir berakar dari pengalamannya sehari-hari. Pengalaman yang sangat membantu dan berharga bagi anak didapat dari enam sumber yakni: (1) pengalaman sensory, (2) pengalaman berbahasa, (3) latar belakang budaya, (4) teman sepermainan, (5) media masa, dan (6) kegiatan saintis. Cara anak berpikir tentang dunia sekelilingnya juga mempengaruhi pemahamannya tentang konsep saintis. Anak cenderung melihat sesuatu berpusat pada dirinya sendiri atau cara memandang kemanusiaan. Misalnya saat bonekanya ditinggal di bangku, anak berkata “tunggu ya disitu jangan nakal.” Jadi anak selalu menggunakan sisi kemanusiaan terhadap benda-benda atau kejadian. Seringkali anak menggunakan kata-kata yang makna berbeda dengan makna orang dewasa atau pada umumnya. Misalnya “kemarin aku pergi ke pasar sama ibu.” Kata kemarin bukan berarti sebelum hari ini, tetapi bisa jadi minggu lalu, dua hari lalu, atau baru saja terlewati. Hal ini karena konsep waktu pada anak belum cukup matang. c) Anak-anak belajar dengan berbagai cara. Anak senang mengamati dan berpikir tentang lingkungannya (Eshach & Fried, 2005; Ramey-Gassert, 1997). Anak termotivasi untuk mengeksplor dunia sekitarnya dengan caranya sendiri (French, 2004). Terkadang cara anak belajar tidak dipahami orang dewasa, sehingga dianggap anak ini sedang bermain tanpa makna atau bahkan sebaliknya ia berbuat sesuatu yang nakal. Contoh Andi memukul-mukul dinding dengan tangan, sekali-kali ia juga memukul menggunakan alat atau menjejakkan kakinya. Selintas ia sedang berbuat yang dapat merusak dinding. Tetapi saat ditanya, Andi menjawab “aneh ya kalau dipukul tangan suaranya dung-dung, kalau pake pensil jadi tek tek, tapi kalau pake kaki jadi bum-bum.” Rupanya Andi sedang melakukan percobaan efek bunyi pada dinding. d) Anak belajar satu sama lain dalam lingkungan sosial. Anak terlibat aktif dengan lingkungannya untuk mengembangkan pemahaman mendasar tentang fenomena yang anak amati dan lakukan. Anak juga membangun keterampilan proses saintis yang sangat penting yaitu mengamati, mengklasisikasikan, dan juga mengelompokkan. (Eshach & Fried, 2005; Platz, 2004). Anak belajar banyak pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa, kemampuan sosial-emosional, dan kemampuan lainnya berkembang pesat bila anak diberi kesempatan bersosialisasi dengan teman, benda, alat main, dan orang-orang yang ada di sekitarnya. e) Anak belajar melalui bermain. Bermain membantu mengembangkan berbagai potensi anak. Melalui bermain anak diajak bereksplorasi, menemukan, dan memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, sehingga pembelajaran menjadi bermakna bagi anak. 2) Prinsip Pembelajaran pada Anak Usia Dini a) Belajar melalui Bermain Bermain merupakan kegiatan yang paling diminati anak. Saat bermain anak melatih otot besar dan kecil, melatih keterampilan berbahasa, menambah pengetahuan, melatih cara mengatasi masalah, mengelola emosi, bersosialisasi, mengenal matematika, sain, dan banyak hal lainnya. Bermain bagi anak juga sebagai pelepasan energi, rekreasi, dan emosi. Dalam keadaan yang nyaman semua syaraf otak dalam keadaan rileks sehingga memudahkan menyerap berbagai pengetahuan dan membangun pengalaman positif. Kegiatan pembelajaran melalui bermain mempersiapkan anak menjadi anak yang senang belajar. b) Berorientasi pada Kebutuhan Anak Anak sebagai pusat pembelajaran. Seluruh kegiatan pembelajaran di rencanakan dan dilaksanakan untuk mengembangkan potensi anak. Dilakukan dengan memenuhi kebutuhan fisik dan psikis anak. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan dengan cara yang menyenangkan sesuai dengan cara berpikir dan perkembangan kognitif anak. Pembelajaran PAUD bukan berorientasi pada keinginan lembaga/guru/orang tua. c) Stimulasi Terpadu Anak memiliki aspek moral, sosial, emosional, fisik, kognitif, bahasa, dan seni. Kebutuhan anak juga mencakup kesehatan, kenyamanan, pengasuhan, gizi, pendidikan, dan perlindungan. Pendidikan Anak Usia Dini memandang anak sebagai individu utuh, karenanya program layanan PAUD dilakukan secara menyeluruh dan terpadu. Untuk memenuhi stimulasi yang menyeluruh dan terpadu, maka penyelenggaraan PAUD harus bekerjasama dengan layanan kesehatan, gizi, dan pendidikan orang tua. Dengan kata lain layanan PAUD Holistik Integratif menjadi keharusan yang dipenuhi dalam layanan PAUD. d) Berorientasi pada Perkembangan Anak Setiap anak memiliki kecepatan dan irama perkembangan yang berbeda, namun demikian pada umumnya memiliki tahapan perkembangan yang sama. Pembelajaran PAUD, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak, dan memberi dukungan sesuai dengan perkembangan masing-masing anak. Untuk itulah pentingnya pendidik memahami tahapan perkembangan anak. 2) Lingkungan Kondusif Lingkungan adalah pendidik ketiga bagi anak. Anak belajar kebersihan, kemandirian, aturan, dan banyak hal dari lingkungan bermain atau ruangan yang tertata dengan baik, bersih, nyaman, terang, aman, dan ramah untuk anak. Lingkungan pembelajaran harus diciptakan sedemikian menarik dan menyenangkan serta demokratis sehingga anak selalu betah dalam lingkungan sekolah baik di dalam maupun di luar ruangan. Penataan ruang belajar harus disesuaikan dengan ruang gerak anak dalam bermain sehingga anak dapat berinteraksi dengan mudah baik dengan pendidik maupun dengan temannya. Lingkungan belajar hendaknya tidak memisahkan anak dari nilai-nilai budayanya, yaitu tidak membedakan nilai-nilai yang dipelajari di rumah dan di sekolah ataupun di lingkungan sekitar. 3) Menggunakan Pendekatan Tematik Kegiatan pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik. Tema sebagai wadah mengenalkan berbagai konsep untuk mengenal dirinya dan lingkungan sekitarnya. 4) Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis, mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran. 5) Menggunakan Berbagai Media dan Sumber Belajar
Media pembelajaran Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang fikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Tujuan penggunaan media dalam pembelajaran untuk mtuk membantu konsentrasi anak didik. Misalnya ketika diperdengarkan sebuah lagu, anak akan mendengarkan dengan senang ketika lagu itu menarik, dan juga bila sering diperdengarkan, maka anak akan hafal syair dan bias mendendangkan sesuai nadanya. Media pembelajaran adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka lebih mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Ketika Lembaga mempunyai berbagai media untuk menyampaikan Bahasa Jawa, Tembang Dolanan maka pendidik tidak akan mengalami kesulitan untuk membelajarkan. Metode Penelitian Pelaksanaan studi pendahuluan dilaksanakan bulan Februari di Lembaga PAUD Formal dan Non Formal Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan responden sejumlah 30 orang pendidik atau tenaga Kependidikan sejumlah berasal dari Lembaga yang sudah menerapkan Pendidikan berbasis budaya. Instrumen yang digunakan angket dan pedoman wawancara. Analisis data dengan deskriptip kualitatif. Data dan informasi yang sudah terkumpul dianalisis secara kualitatif, yaitu menguraikan, menafsirkan, menterjemahkan dan memaknai dengan menggunakan kalimat. Hasil Penelitian Penerapan Budaya Hasil penelitian yang diperoleh dari angket dan wawancara sebagai berikut: 1. Pengalaman Tenaga Pendidik dan Kependidikan
2. Muatan lokal yang dikembangkan oleh satuan pendidikan a. Pengenalan Bahasa Jawa Pengenalan Bahasa Jawa, dilaksanakan setiap hari Jumat, Juga diperdengarkan tembang dolanan anak dengan tujuan biar familiar dengan kata-kata Jawa. Sebelum masuk kelas anak-anak berkeliling sambal mendendangkan tembang dolanan. Juga menggunakan Bahasa Jawa dalam percakapan sehari-hari. b. Pengenalan Dolanan Anak /Permainan Pengenalan Dolonan anak, diantaranya Jamuran, Cublak-cublak suweng, Teklek/Bakiak, Dakon, dan Bekelan. Pengenalan dolanan anak dilakukan sebelum masuk kelas dilakukan setiap hari Jumat c. Pengenalan Tembang dan Lagu Jawa Pengenalan tembang dan lagu Jawa dilakukan setiap hari Jumat, dengan cara memutarkan lagu-lagu Dolanan Anak d. Pengenalan Alat Musik dan seni Alat musik yang dikenalkan pada anak berupa angklung e. Pengenalan Makanan tradisonal Makanan tradisional dikenalkan dengan model “market day”. Jenis yang dikenalkan yaitu: gatot, thiwul, geplak. f. Pengenalan Tari/Lukis Pengenalan tari melalui ekstra kurikuler dan lukis dengan menggambar dalam gerabah dan kertas g. Pengenalan Batik Pengenalan batik dilakukan melalui kain, dan peralatannya berupa wajan, canting, kompor. h. Pengenalan Wayang Mengenalkan wayang pendowo limo dan punakawan untuk menggambarkan kepribadian i. Pengenalan pakaian tradisional Pengenalan pakaian tradisional atau gaya Jogjakarta, berupa kain yang sudah diwiru dan kebaya lurik untuk putri, serta surjan lurik untuk putra, Dilengkapi blangkon, dan sandal selop. Pakaian ini digunakan setiap 35 hari (Selapan) pada hari Kaming Pahing, untuk memperingati hari lahirnya Yogyakarta 3. Aneka jenis budaya yang telah diperkenalkan pada peserta didik Budaya yang diperkenalkan kepada anak yang terkait dengan bulan Jawa, hari besar nasional, adat istiadat di lokasi satuan Jumlah Lembaga yang mengisi pemahaman budaya dan hasil wawancara ada 16 (enam belas) Lembaga. Adapun hasilnya sebagai berikut: a. Berkaitan dengan Bulan Jawa Lembaga yang melakukan kegiatan ada 4 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 25 % yang masih melakukan kegiatan di Bulan Suro. Lembaga yang melakukan kegiatan ada 5 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 31,25 % yang masih melakukan kegiatan di bulan Maulud. Lembaga yang melakukan kegiatan ada 6 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 37,5 % yang masih melakukan kegiatan di bulan Poso. Lembaga yang melakukan kegiatan ada 4 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 25 % yang masih melakukan kegiatan di bulan Besar. b. Berkaitan dengan hari besar Nasional Lembaga yang melakukan kegiatan ada 11 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 68,75 % yang masih melakukan kegiatan Hari Kartini.
Lembaga yang melakukan kegiatan ada 11 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 68,75 % yang masih melakukan kegiatan Hardiknas
Lembaga yang melakukan kegiatan ada 12 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 75 % yang masih melakukan kegiatan peringatan Hari Kmerdekaan/Proklamasi. Lembaga yang melakukan kegiatan ada 10 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 62,5 % yang masih melakukan kegiatan Hari Pahlawan. Lembaga yang melakukan kegiatan ada 9 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 56,25 % yang masih melakukan kegiatan Hari Ibu. c. Berkaitan dengan Adat/Tradisi Masyarakat Lembaga yang melakukan kegiatan ada 4 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 25 % yang masih melakukan kegiatan tersebut. Lembaga Pendidikan tidak adan yang melakukan kegiatan Nyadran. Lembaga Pendidikan tidak adan yang melakukan kegiatan Selikuran. Lembaga yang melakukan kegiatan ada 13 lembaga dari 16 lembaga. Artinya hanya 81,25 % yang masih melakukan kegiatan tersebut. 4. Media Pembelajaran yang digunakan pendidik Media pembelajaran dan sarana yang dimanfaatkan oleh pendidik dalam mengenalkan budaya kepada anak, ada 14 (empat belas) jenis, yaitu: (a) Egrang; (b) bakiak; (c) dakon; (d) Tape/CD/Flashdisk; (e) Kelereng; (f) Makanan Tradisional; (g) Wayang; (h) Angklung; (i) Kreweng/ Pecahan genting; (j) Bekel; (k) Kerikil; (l) Pakaian Jawa; (m) Gerabah; (n) miniature kendaraan, dan (o) Kain batik 5. Kendala atau masalah yang muncul dalam pembelajaran pengenalan budaya. Kendala yang muncul ketika akan mengenalkan budaya, yaitu: (a) Kesulitan mencari alat peraga; (b) Pendidik kurang menguasai materi tembang Jawa; (c) Lahan Sempit; (d) Guru kurang menguasai Bahasa Jawa; (e) Anak tidak suka makanan tradisional; (f) lembaga tidak memiliki media yang sesuai; (g) Lembaga minim buku pedoman; (h) Kesulitan Nara sumber membatik untuk anak kecil; (i) Peralatan mahal harganya. 6. Minat dan harapan yang diinginkan oleh pendidik maupun tenaga kependidikan Aspirasi dari tenaga pendidik dan kependidikan di satuan Pendidikan, dalam melestarikan budaya, yaitu: (a) Negaraku; (b) Membangun karakter anak melalui permainan tradisional; (c) Unggah-ungguh: (d) Berbahasa Jawa; (e) Membatik; (f) Lagu-lagu Jawa; (g) Hari-hari besar Nasional; (h) Permainan Tradisional; (i) Adat-istiadat; (j) Cerita Budaya Pembahasan
Hasil Analisis Hasil analisis penelitian sebagai berikut:
Penutup Muatan lokal yang tertuang dalam kurikulum, meliputi pengenalan Bahasa Jawa, dolanan anak, tembang dolanan, alat musik dan seni, makanan tradisional, tari dan lukis, batik, wayang dan pakaian tradisional Jenis-jenis budaya yang terkait dengan bulan Jawa, hanya 4 lembaga yang bernuansa Islam, hari besar nasional lebih dari 50% Lembaga menyelenggarakan kegiatan, 2 (dua) jenis kegiatan yang tidak diselenggarakan yaitu nyadran dan selikuran, 25% lembaga menyelenggarakan adat istiadat, dan 81,25% Lembaga melaksanakan syawalan. Media pembelajaran yang dimanfaatkan dalam mengenalkan budaya kepada anak, melalui pembiasaan yang dilakukan setiap Jumat dan Kamis Pahing, Minat yang diharapkan, dan keinginan pendidik dan tenaga kependidikan agar Bahasa Jawa dapat digunakan sebagai media untuk mempertahankan kepribadian dan nilai-nilai luhur melalui cerita. Kendala yang muncul dalam pembelajaran mengenalkan budaya pada anak, ada sebagian peralatan yang minim, dan pendidik tidak kompeten, sehingga hasilnya tidak optimal. Rekomendasi Model yang diusulkan untuk dikembangkan.
Daftar Pustaka Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan Berbasis Budaya; https://www.google.com/search?client=firefox-b-d&q=muatan+lokal https://ruangguruku.com/pengertian-media-pembelajaran/ https://kumparan.com/kumparanmom/7-karakter-anak-usia-dini-1qzKrnMlbKx http://fatkhan.web.id/pengertian-minat/ |