Drs moh Hatta dalam hubungannya dengan koperasi Indonesia

Jakarta -

Indonesia merdeka tak bisa lepas dari jasa Mohammad Hatta alias Bung Hatta. Selain kiprahnya di dunia politik, pengetahuannya pada ilmu ekonomi juga membuatnya dikenal sebagai salah satu pendorong gerakan koperasi di Indonesia. Seperti ini lah biografi Moh Hatta.

Moh Hatta lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, 11 Agustus 1902 ini salah satu proklamator kemerdekaan pada 17 Agustus 1945. Hatta merupakan anak kedua dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Kakeknya seorang ulama besar dan ternama di Sumatera Barat pada masa itu yang bernama Syekh Abdurrachman atau Syekh Batu Hampar. Selepas usia remaja, Hatta meninggalkan tanah Minang untuk melanjutkan studi ke Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School, Batavia.

Ia lalu hijrah ke Belanda untuk bersekolah di Handels Hogeschool (sekarang namanya Universitas Erasmus Rotterdam) pada September 1921. Hatta tiba di negeri itu dengan menumpang kapal Tambora milik Rotterdamse Lloyd. Di negeri Belanda pula ia mengenal dan sempat memimpin organisasi pergerakan yang memiliki cita-cita merdeka dari kolonialisme.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Karena aktivitas politiknya itu Hatta sempat mendekam di ruang tahanan. Tak hanya fokus soal pergerakan, semasa di Eropa pula, Hatta memperdalam ilmu koperasi. Dia disebut mengunjungi sejumlah negara Skandinavia di antaranya Denmark demi mencari tahu soal koperasi.

Di bawah pimpinan Hatta, Perhimpunan Indonesia di negeri Belanda sudah merumuskan lima prinsip ekonomi. Salah satu di antaranya, "Memajukan koperasi pertanian dan bank-bank rakyat". Pada Juli 1932, Hatta kembali ke Tanah Air. Semangatnya di bidang politik tak memudar bahkan makin berkobar.

Beberapa kali pemerintah kolonial Belanda menangkap lalu mengasingkan Hatta ke daerah-daerah terpencil. Perjuangan tanpa kenal lelah itu membuahkan hasil. Bersama Sukarno, Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dia pun didapuk menjadi Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia mendampingi Presiden Sukarno.

Meski aktif di politik, Hatta tak melupakan dunia ekonomi. Salah satunya mendorong gerakan koperasi. Bahkan untuk jasanya itu, Hatta diberi gelar Bapak Koperasi Indonesia pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung, Jawa Barat tanggal 17 Juli 1953.

Berikut fakta soal biografis Moh Hatta secara singkat termasuk kiprahnya membangun gerakan koperasi di Indonesia:

- Berkali-kali menjalani masa pembuangan

Hatta pernah menjalani masa pembuangan di Tanah Merah Boven Digoel di pedalaman Papua, sebuah tempat pengasingan tahanan politik yang didirikan pemerintah kolonial Hindia Belanda pada 1927. Selama 10 bulan Hatta berada di daratan yang dikepung rawa-rawa itu.

Ia kemudian dibuang ke Pulau Banda Neira, Maluku pada 1936. Hatta meninggalkan Banda pada 1 Februari 1942. Setelah Indonesia merdeka pun Hatta kembali mengalami masa pembuangan. Pasca agresi militer Belanda II pada Desember 1948, Hatta dan sejumlah pemimpin republik diasingkan ke Mentok, Pulau Bangka sampai Juli 1949.

- Kaul Hatta tak menikah sebelum Indonesia merdeka

Meutia Farida Hatta dalam buku Seratus Tahun Bung Hatta menuliskan fokus Hatta muda memang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia. Bahkan, dia sempat bersumpah tidak akan menikah sebelum Indonesia merdeka. Akhirnya usai kemerdekaan, Hatta menjatuhkan pilihannya pada Rahmi, putri pasangan Abdul Rachim dan Anni.

Abdul Rachim juga merupakan kawan dekat Bung Karno. Sukarno juga yang mendatangi rumah keluarga Abdul Rachim dan melamarkan Rahmi untuk Hatta. Pernikahan kemudian digelar pada 18 November 1945, di sebuah villa di Megamendung, Bogor. Sebagai mas kawin, Hatta memberikan buku yang ditulisnya saat dibuang di Digul pada 1934, Alam Pikiran Yunani.

Pasangan Mohammad Hatta dan Rahmi dikaruniai tiga orang anak peremouan. Meutia, Gemala Ra'biah, dan Halida.

- Naik haji dengan uang hasil menulis buku

Sekretaris pribadi Hatta, Iding Wangsa Wijaya menuliskan pengalamannya mendampingi proklamator saat perjalanan menunaikan ibadah haji pada Juli 1952 dalam bukunya Mengenang Bung Hatta. Kala itu Bung Hatta mengajak sekretarisnya, istrinya, Rahmi Hatta dan dua saudara perempuannya.

Presiden Sukarno sebenarnya menawarkan rombongan Hatta menggunakan pesawat terbang dengan biaya yang ditanggung pemerintah. Hatta menolak tawaran itu. "Bung Hatta menginginkan agar keberangkatannya menunaikan ibadah haji bukan dalam kedudukannya sebagai wakil presiden, melainkan sebagai rakyat biasa," kata Wangsa.

Wangsa Wijaya menuturkan seluruh biaya berasal dari kantong pribadi Bung Hatta. "Saya masih ingat benar, bahwa kami semua diberangkatkan Bung Hatta dengan uang hasil honorarium buku yang terbit di Belanda," ujar Wangsa. Buku itu berjudul Verspeide Geschriften berisi kumpulan karangan Bung Hatta dalam bahasa Belanda. Bung Hatta juga memperoleh honorarium penerbitan beberapa buku di Indonesia. Honor yang terkumpul terbilang besar untuk untuk ukuran masa itu.

-Belajar koperasi sampai ke Denmark

Saat menuntut ilmu di Belanda, Hatta sudah memiliki pemikiran bahwa koperasi merupakan salah satu alat untuk membangun dan meningkatkan perekonomian rakyat Indonesia. Zulfikri Suleman dalam buku Demokrasi untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta menyebut untuk mematang konsep koperasi Hatta bersama kawannya Samsi pada 1925 mengunjungi Denmark dan negara Skandinavia mempelajari masalah perkoperasian.

- Retaknya hubungan dengan Bung Karno

Hatta marah besar saat Sukarno memutuskan berpaling dari Fatmawati dan menikahi Hartini pada Januari 1953. Dia tak dapat menerima Bung Karno menduakan Fatmawati. Bertahun-tahun Hatta memilih menghindari pertemuan dengan Hartini.

Puncak perseteruan dua sahabat ini terjadi pada 1956, ketika Sukarno mencanangkan Demokrasi Terpimpin dan ingin membubarkan semua partai politik. Hatta mengecam konsep itu dengan menyebutnya bentuk kediktatoran. Tanggal 20 Juli 1956, Hatta akhirnya mengirimkan surat ke DPR yang berisi permintaan mundur dari jabatan wakil presiden.

- Diberi gelar Bapak Koperasi Indonesia

Sebagai seorang ahli ekonomi, Hatta aktif memberi ceramah dan menulis berbagai artikel bidang ekonomi dan koperasi. Dia juga berperan mendorong gerakan koperasi di Indonesia. Saat Hari Koperasi di tahun 1951 Hatta memberikan pidato di RRI yang berbunyi.

"Apabila kita membuka UUD 45 dan membaca serta menghayati isi pasal 38, maka nampaklah di sana akan tercantum dua macam kewajiban atas tujuan yang satu. Tujuan ialah menyelenggarakan kemakmuran rakyat dengan jalan menyusun perekonomian sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Perekonomian sebagai usaha bersama dengan berdasarkan kekeluargaan adalah koperasi, karena koperasilah yang menyatakan kerja sama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga."

"Di sini tak ada pertentangan antara majikan dan buruh, antara pemimpin dan pekerja. Segala yang bekerja adalah anggota dari koperasinya, sama-sama bertanggung jawab atas keselamatan koperasinya itu. Sebagaimana orang sekeluarga bertanggung jawab atas keselamatan rumah tangganya, demikian pula para anggota koperasi sama-sama bertanggung jawab atas koperasi mereka. Makmur koperasinya, makmurlah hidup mereka bersama, rusak koperasinya, rusaklah hidup mereka bersama."

Atas jasa-jasanya dan pemikirannya, pada saat Kongres Koperasi Indonesia di Bandung, Jawa Barat tanggal 17 Juli 1953, Hatta diberi gelar Bapak Koperasi Indonesia. Di Hari Koperasi yang jatuh pada 12 Juli ini tak ada salahnya mengenang biografi Moh Hatta, sosok yang banyak berjasa dalam menghidupkan koperasi di Indonesia.

(pal/erd)

Mohammad Hatta punya peran penting dalam memajukan koperasi di Indonesia. Sang negarawan tersebut turut dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Gelar tersebut diterima oleh Bung Hatta pada 17 Juli 1953 pada Kongres Koperasi Indonesia di Bandung.

Bung Hatta mendapat gelar sebagai Bapak Koperasi berkat perannya dalam memajukan koperasi di Indonesia. Ia banyak memberikan ceramah serta menulis berbagai karangan dan buku-buku ilmiah mengenai ekonomi dan koperasi.

Meskipun dijuluki sebagai Bapak Koperasi, Bung Hatta bukanlah pelopor berdirinya koperasi di negeri ini. Koperasi pertama di Indonesia didirikan pada 1886 oleh Patih Purwokerto bernama R.Aria Wiraatmadja. Koperasi pertama ini merupakan koperasi simpan pinjam bernama Hulf Sparbank.

Berdasarkan Modul Ekonomi yang diterbitkan oleh Kemendikbud, Hulf Sparbank didirikan untuk mencegah kaum ningrat meminjam uang dari lintah darat. Berdirinya Hulf Sparbank disambut baik oleh para pejabat di zaman kolonial. Hal ini membuat lebih banyak kegiatan koperasi di lingkungan politik etis.

Kegiatan koperasi mulai menjadi gerakan rakyat 20 tahun setelahnya. Kegiatan koperasi mulai diatur secara resmi dalam Undang-undang (UU) Nomor 25 Tahun 1992. Koperasi dikenal sebagai badan usaha yang beranggotakan perseorangan atau badan hukum yang kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi dan asas kekeluargaan.

Itu tadi penjelasan singkat mengenai Bapak Koperasi Indonesia tapi bukan pendiri koperasi di Indonesia.

Sumber : tirto.id

Temukan Info Menarik Lainnya di

Website : ekoperasi.co.id

Telp/WA : 0821-1682-0007

FB | IG : eKoperasi

Youtube : Info eKoperasi

Bapak Koperasi Indonesia, Mohammad Hatta (nationaalarchief.nl)

Tahun 1896, di Purwokerto, R. Aria Wiria Atmadja mendirikan Hulp en Spaar Bank. Tujuannya adalah untuk membantu pegawai bumiputra dalam mengurus hal-hal yang terkait soal birokrasi di pemerintahan kolonial. Badan non-pemerintah ini merupakan cikal bakal terbentuknya koperasi di Indonesia. Pada perkembangan selanjutnya, koperasi mulai dikenal luas sebagai lembaga kredit atau produksi yang mendukung usaha rakyat.

Permulaan abad ke-20, koperasi mulai banyak bermunculan. Tokoh-tokoh pergerakan, bersama organisasinya seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan PNI; ikut mendirikan koperasi sebagai bentuk penentangan terhadap penjajahan ekonomi. Salah satu tokoh yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan koperasi di Indonesia, hingga dijuluki Bapak Koperasi Indonesia, adalah Mohammad Hatta.

Dasar Membangun Koperasi

Lily Gamar Sutantio, dalam buku Mengenang Sjahrir: Seorang Negarawan dan Tokoh Pejuang Kemerdekaan yang Tersisih dan Terlupakan karya Rosihan Anwar, menjadi saksi keberhasilan Bung Hatta menghidupkan koperasi di Banda Neira selama masa pengasingannya pada 1930-an. Menurut putra asli Banda yang pernah dididik langsung Bung Hatta itu, ada dua orang lagi yang ikut membantu Bung Hatta membangun koperasi di Banda, yakni Sutan Sjahrir dan Iwa Kusuma Sumantri.

Mulanya mereka menggagas sebuah organisasi sosial dan pendidikan yang bergerak di bidang olahraga, peminjaman buku, dan koperasi. Dinamakan Perkumpulan Banda Muda (Perbamoe), ketiganya menjadi donatur tetap. Bung Hatta dipercaya mengurus bidang koperasi Perbamoe. Dari sinilah dia mencontohkan model urundaya masyarakat untuk kesejahteraan bersama.

“Kita akan memonopoli semua hasil bumi yang turun dari perahu kemudian didistribusikan pada masyarakat setempat,” kata Bung Hatta.

Bung Hatta dan Pebamoe memiliki cara tersendiri dalam menarik minat masyarakat Banda terhadap koperasi. Bila ada perahu datang, muatannya diambil langsung oleh koperasi Perbamoe untuk dijual kembali ke penduduk. Dengan memotong rentetan jalur distribusi ini, harga asli barang tidak akan berbeda jauh dengan harga jualnya.

Baca juga: Koperasi Penyelamat Ekonomi Rakyat

Alhasil, penduduk bisa mendapatkan barang dengan harga lebih murah, petani maupun nelayan tidak merugi, dan koperasi tetap memperoleh keuntungan yang cukup untuk kas perkumpulan. Dari kas itulah Perbamoe mendapat modal untuk menyewa rumah lengkap dengan perabotannya untuk sekretariat. Kas itu pula yang digunakan Bung Hatta, Bung Sjahrir, dan Mr. Iwa untuk membangun perpustakaan yang koleksi bacaannya bisa dinikmati oleh semua orang.

“Koperasi merupakan bentuk usaha yang berdasarkan atas azas kekeluargaan, karena koperasi yang menyatakan kerjasama antara para anggotanya sebagai suatu keluarga dan menimbulkan tanggung jawab bersama sehingga pada koperasi tidak ada majikan dan tidak ada buruh,” kata Bung Hatta seperti dikutip Y. Harsoyo, dkk dalam Ideologi Koperasi: Mentap Masa Depan.

Bung Hatta sendiri mempelajari ilmu koperasi di Skandinavia. Saat sedang menempuh pendidikan di sekolah ekonomi di Rotterdam, Belanda, pada 1925 dia mengunjungi Denmark, Swedia untuk belajar tentang koperasi. Menurutnya, koperasi cocok diterapkan di negara-negara yang sedang merintis perekonomian rakyat.

Pasca-kemerdekaan, Indonesia berusaha membangkitkan perekonomiannya yang nyaris nol. Pemerintahan Sukarno-Hatta menjadikan koperasi salah satu andalan. Menurut Patta Rapanna dalam Menembus Badai Ekonomi, koperasi jadi usaha bersama untuk memperbaiki taraf hidup layak masyarakat setelah terlepas dari belenggu penjajahan. Lewat jawatan koperasi, Kementerian Kemakmuran mendistribusikan keperluan sehari-hari dengan harga terjangkau.

Bung Hatta melalui pidatonya juga terus menggalakkan pentingnya koperasi untuk membangun perekonomian rakyat yang baik. Keseriusan pemerintah Indonesia terhadap keberadaan koperasi pun terbukti dari terselenggaranya Kongres Koperasi Pertama di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 1947. Berdasar kongres tersebut, tanggal 12 Juli ditetapkan sebagai Hari Koperasi Indonesia.

Kritik Bung Hatta

Kala menjalankan koperasi ini, Bung Hatta masih sering mendapati ada saja pihak yang keliru dalam memakai prinsip-prinsip koperasi yang benar. Dia pun beberapa kali mengeluarkan kritik di surat kabar, seperti tahun 1933 di dalam Daulat Ra’jat. Bung Hatta mencoba menegakkan kaidah koperasi yang baik agar tercipta sistem ekonomi yang berbasis kerakyatan.

Bung Hatta merasa masih banyak koperasi yang hanya mengejar keuntungan semata. Misal menaikkan harga barang seenaknya, atau melakukan intimidasi terhadap masyarakat yang tidak membeli di koperasi dengan menyebutnya “tidak setia kawan”. Padahal menurutnya tujuan koperasi bukan itu. Sebagaimana prinsipnya, koperasi harus bersifat sukarela.

“Koperasi menyusun tenaga yang lemah yang tersebar itu menjadi suatu organisasi yang kuat. Kekuatan koperasi terletak pada persekutuannya yang berdasarkan tolong-menolong serta tanggung jawab bersama. Bukan mengadakan permusuhan keluar yang menjadi sifat yang utama, melainkan memperkuat solidaritet ke dalam, mendidik orang insyaf akan harga dirinya serta menanam rasa percaya pada diri sendiri,” kata Bung Hatta dalam Zulfikri Sulaeman, Demokrasi untuk Indonesia: Pemikiran Politik Bung Hatta.

Baca juga: Dua Abad Ekonomi Indonesia

Tidak hanya itu, Bung Hatta juga menemukan ada koperasi yang melakukan persekutuan tidak adil, dengan hanya menjual barang koperasi kepada anggotanya saja. Menurutnya, bentuk koperasi demikian tidak menunjukkan persekutuan ekonomi dan sosial yang bijak bagi seluruh masyarakat. Juga tidak mendidik perasaan sosial.

Persaingan antar koperasi juga masih sering terjadi. Sesuai dengan fungsi sosial koperasi, seharusnya antar koperasi saling membantu untuk menumbuhkan perekonomian di tengah masyarakat, bukan memperlihatkan persaingan yang berujung pada kesengsaraan rakyat. Cita-cita membangun ekonomi rakyat harus menjadi yang utama bagi koperasi.

“Tujuan utama koperasi adalah untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya. Keuntungan memang diperlukan untuk perkembangan koperasi lebih lanjut, namun untuk mencapai keuntungan tidak perlu mengorbankan tujuan yang utama,” terang Bung Hatta.