Mengapa teknologi PENANGANAN pasca panen itu penting dilakukan terutama pada komoditas hortikultura

Anda sedang menggunakan OPAC UGM yang terhubung ke beberapa unit/fakultas di UGM..Untuk pencarian koleksi, perhatikan LOKASI di mana koleksi tersebut berada ..


Materi I: Pendahuluan

Kegiatan dalam usaha produksi pertanian, misalnya tanaman pangan, dibedakan  dalam dua tahap yaitu tahap budidaya dan tahap pascapanen. Batas kedua tahap ditandai dengan kegiatan panen atau pemungutan hasil. Oleh karena waktu kegiatan yang langsung antara panen dan pascapanen, seringkali kegiatan panen dimasukkan ke dalam kelompok pascapanen. Tahap budidaya dimulai dari pengolahan tanah, penyemaian, penanaman dan perawatan hingga tanaman siap dipanen. Penanganan pascapanen, yang merupakan tahap selanjutnya, adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sejak produk dipanen sampai siap dikonsumsi (untuk produk segar) atau sampai siap diolah (sebagai bahan produk olahan).

Skema umum sistem penanganan pascapanen produk hortikultura diperlihatkan pada Gambar 1. Untuk buah-buahan misalnya, operasi utama adalah panen, pengemasan, transportasi, dan distribusi ke para pedagang pengecer. Suatu jenis operasi harus diperhitungkan dan dikaji dengan baik manakala operasi tersebut menimbulkan suatu dampak yang buruk terhadap produk, yaitu penurunan mutu. Pada tahap pemanenan, kondisi, ketuaan, dan cara panen adalah faktor-faktor penting yang harus dipertimbangkan untuk memperoleh mutu produk yang prima. Setelah dipanen, dilakukan penanganan di lapangan seperti sortasi dan pemutuan dan juga pengemasan, atau produk langsung dibawa ke rumah pengemasan dimana prapendinginan, pencucian, pelilinan, pematangan, sortasi dan pemutuan, pengemasan, penyusunan kemasan, dan penyimpanan dilakukan, seringkali dengan menggunakan peralatan mekanis yang mungkin merupakan bagian dari fasilitas di rumah pengemasan. Produk yang dikemas kemudian diangkut ke industri pengolahan pangan untuk diolah, ke gudang untuk disimpan, atau langsung dipasarkan melalui para pedagang pengecer.

Gambar 1. Skema umum sistem penanganan pascapanen produk hortikultura

Dengan demikian sistem penanganan pascapanen produk hortikultura bervariasi tergantung pada jenis produk, tujuan penggunaan produk, jenis teknologi yang tersedia, dan daya terima oleh konsumen.

Di Indonesia, teknologi pascapanen dalam penanganan produk hortikultura belum diterapkan dengan baik, meskipun secara teknis teknologi tersebut mudah untuk diterapkan oleh para pelaku agribisnis hortikultura. Teknologi pascapanen masih diterapkan secara parsial, yaitu dipilih hanya yang biaya investasinya kecil atau hampir tidak ada, atau bila secara ekonomis menguntungkan. Hal ini didasari kenyataan bahwa konsumen produk hortikultura secara umum belum bersedia membayar untuk produk hortikultura yang ditangani menggunakan teknologi yang seharusnya. Artinya, konsumen hortikultura belum bersedia membayar lebih untuk produk hortikultura yang lebih baik penanganannya. Jadi, bagi konsumen hortikultura, lebih baik mendapatkan produk dengan kualitas biasa dengan harga murah, daripada membayar lebih untuk produk berkualitas prima.

Secara umum, masalah penerapan teknologi maju dalam penanganan pascapanen hasil perkebunan masih banyak ditemui disekitar mata rantai pemasaran dan lebih banyak lagi ditemui pada tingkat daerah sentra produksi (farm). Di negara maju, penerapan teknologi pascapanen ini hampir secara penuh dapat diintrodusir mulai dari tingkat produksi, pada seluruh mata rantai hingga tingkat pemasaran/konsumen.

Beberapa masalah lain yang erat kaitannya dengan teknologi pascapanen antara lain: (i) kesenjangan dan keterbelakangan dalam memproduksi bibit/benih unggul di dalam negeri, (ii) kesenjangan dalam inovasi teknologi, baik dalam teknologi pengembangan peralatan pascapanen maupun informasi teknologi penanganan pascapanen itu sendiri, (iii) rendahnya pengertian masyarakat umum dalam hal-hal yang berkaitan dengan penanganan pascapanen, misalnya tentang susut pascapanen sehingga berakibat kurangnya perhatian terhadap masalah mutu, (iv) belum sempurnanya infrastruktur yang menunjang sistem distribusi dan transportasi hasil perkebunan rakyat, (v) masih kecilnya margin yang diperoleh untuk menutupi biaya operasi penanganan pascapanen, dan (vi) keterbatasan pengetahuan dan ketrampilan petani dan petugas penyuluh lapang akan teknologi pascapanen.

Selain itu, ciri usaha perkebunan juga berpengaruh terhadap pemilihan teknologi pascapanen serta kesesuaian varietas tanaman perkebunan. Ciri-ciri usaha perkebunan adalah: (i) biasanya tanaman bersifat tahunan sehingga diperlukan waktu yang lama hingga berproduksi, sementara peralatan pascapanen tidak dioperasikan sehingga pada saat diperlukan sudah tidak optimal lagi, (ii) komoditas bersifat curah (bulk product) dan dalam kuantitas yang besar sehingga diperlukan disain alat bongkar-muat dang angkut yang besar dan kuat, (iii) produk berorientasi ekspor/pasar internasional sehingga akan berhadapan dengan sistem pasar bebas sehingga diperlukan kebijakan yang berpihak pada masyarakat perkebunan (petani), dan (iv) diperlukan tata ruang yang besar dan melibatkan petani/pekebun dalam jumlah besar, oleh karena itu kegiatan pascapanen dapat dilakukan sebagai usaha pedesaan.

Secara permasalahan yang masih dijumpai banyak dalam penaganan pascapanen produk hortikultura antara lain:

  1. Masing-masing daerah sentra produksi tidak mempunyai jadwal panen untuk saling mengisi, sehingga produk seringkali membanjiri pasar pada saat yang bersamaan sehingga harga jatuh (terutama terjadi pada buah musiman).
  2. Panen tidak dilakukan pada waktu yang tepat sesuai dengan kondisi produk, tetapi lebih dipicu oleh harga yang berfluktuasi sehingga produk adakalanya belum mencapai kondisi optimum (misalnya buah yang masih terasa masam meskipun sudah masak), atau malah lewat kondisi optimum akibat penundaan sehingga mudah membusuk.
  3. Penanganan dilakukan dengan kasar, bahkan dilempar, ditekan terlalu keras saat pengemasan, dan lain sebaginya.

Kemasan untuk pengangkutan menggunakan bahan seadanya sehingga tidak mampu melindungi produk yang dikemas selama pengangkutan.

Pemuatan berlebihan pada kendaraan saat pengangkutan sehingga produk akan berdesakan dan menerima beban tekan yang berat. Ditambah kondisi jalan yang banyak berlubang, maka akan menimbulkan banyak memar pada produk hortikultura yang diangkut.

Pengangkutan dilakukan menggunakan mobil bak terbuka sehingga produk terekspos sinar matahari dan mempercepat proses penurunan mutu.

1.1. Pentingnya Teknologi Penanganan Pascapanen

Teknologi pascapanen merupakan suatu perangkat yang digunakan dalam upaya peningkatan kualitas penanganan dengan tujuan mengurangi susut karena penurunan mutu produk yang melibatkan proses fisiologi normal dan atau respon terhadap kondisi yang tidak cocok akibat perubahan lingkungan secara fisik, kimia, dan biologis. Teknologi pascapanen diperlukan untuk menurunkan atau bila mungkin menghilangkan susut pascapanen. Susut pascapanen produk hortikultura berkisar antara 15% hingga 25% tergantung pada jenis produk dan teknologi pascapanen yang digunakan.

Dalam rangka pengembangan produk hilir tanaman perkebunan yang berdaya saing, berinovasi teknologi, serta berorientasi pasar dan berbasis sumberdaya lokal, maka pengembangan penanganan pascapanen haruslah dipandang sebagai satu bagian dari suatu sistem secara keseluruhan, dimana setiap mata rantai penanganan memiliki peran yang saling terkait. Produk hasil perkebunan seperti juga produk pertanian secara umum, setelah dipanen masih melakukan aktifitas metabolisme sehingga jika tidak ditangani dengan segera akan mengakibatkan kerusakan secara fisik dan kemik. Sifat mudah rusak (perishable) dari produk mengakibatkan tingginya susut pascapanen serta terbatasnya masa simpan setelah pemanenan sehingga serangga, hama dan penyakit akan menurunkan mutu produk. Kondisi produk yang dipanen dipengaruhi oleh faktor pra panen misalnya dalam pemilihan varietas, sistem tanam dan teknik budidayanya. Faktor lingkungan dan adanya serangan hama dan penyakit juga amat besar pengaruhnya terhadap produk segar yang dipanen. Ketiga factor tersebut masih belum cukup untuk dapat menghasilkan produk dengan mutu prima, maka disinilah peran teknologi pascapanen menjadi amatlah penitng. Semua sub-sistem tersebut haruslah terintegrasi untuk mendapatkan produk dengan kualitas prima dan stabil.

Dalam pengembangan sistem penanganan pascapanen hasil pertanian juga perlu dukungan dari berbagai komponen yang terkait dengan kegiatan agribisnis, seperti ditunjukkan pada Gambar 2. Petani, kelompok tani, koperasi dan pedagang memegang peran yang amat sentral dalam pengembangan sistem operasi penanganan pascapanen yang akan menentukan tingkat kualitas dan kuantitas produk yang akan dipasarkan. Kegiatan petani akan berjalan dengan baik jika mendapat dukungan teknologi dari industri, informasi standard mutu dan pasar dari konsumen, serta pelatihan teknologi, manajemen mutu dan pasar dari petugas penyuluh lapang. Disamping itu, dukungan dari lembaga litbang dan perguruan tinggi, lembaga keuangan serta kebijakan pemerintah yang memayungi seluruh sistem yang berjalan. Keseluruhan sistem ini harus berjalan secara sinergi dan terpadu sehingga dapat tercapai keberlanjutan operasi penanganan pascapanen untuk menghasilkan produk secara optimal.

Kegiatan penanganan pascapanen tanaman perkebunan didefinisikan sebagai suatu kegiatan penanganan produk hasil perkebunan, sejak pemanenan hingga siap menjadi bahan baku atau produk akhir siap dikonsumsi, dimana didalamnya juga termasuk distribusi dan pemasarannya. Cakupan teknologi pascapanen dibedakan menjadi dua kelompok kegiatan besar, yaitu pertama: penanganan primer yang meliputi penanganan komoditas hingga menjadi produk setengah jadi atau produk siap olah, dimana perubahan/transformasi produk hanya terjadi secara fisik, sedangkan perubahan kimiawi biasanya tidak terjadi pada tahap ini. Kedua: penanganan sekunder, yakni kegiatan lanjutan dari penanganan primer, dimana pada tahap ini akan terjadi perubahan bentuk fisik maupun komposisi kimiawi dari produk akhir melalui suatu proses pengolahan. Contoh penanganan primer tanaman perkebunan (misalnya kakao atau coklat) adalah proses pengeringan dimana tujuan utamanya adalah menguapkan air sehingga diperoleh produk dengan kadar air kakao 6-7 % basis basah. Sedangkan dari sisi teknologinya, cara pengeringan kakao dapat dilakukan dengan penggabungan penjemuran (sun drying) dan pengeringan dengan mesin (artificial drying) untuk mendapatkan kadar air yang optimal dengan penampakan yang baik. Hasil akhir penanganan primer kakao adalah kakao kering dengan kadar air optimal dan warna coklat seragam dan mengkilat. Penanganan sekunder kakao adalah pengolahan lebih lanjut kakao kering menjadi produk yang lebih hilir. Pada proses ini biji kakao hasil pengolahan primer digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan massa kakao yang akhirnya menjadi produk olahan berupa bubuk coklat, minyak coklat, meyses dan permen coklat serta produk olahan lainnya.

Gambar 2. Struktur pendukung sistem penanganan pascapanen.

1.2. Pengembangan Teknologi Pascapanen

Diperlukan suatu pendekatan kerjasama multidisiplin untuk meningkatkan penanganan pascapanen bagi produk pertanian secara umum agar dapat menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik. Pengetahuan tentang teknologi produksi buah misalnya, diperlukan dari para ahli hortikultura, agronomi, ilmu tanah, dan ahli lainnya. Demikian juga halnya dengan pengetahuan mengenai perlindungan produk diperlukan dari para ahli patologi, entomologi, mikrobiologi, dan ahli lainnya. Keahlian lain yang mungkin diperlukan adalah fisiologi, biokimia, fisika, teknik, ilmu pangan, dan kesehatan. Untuk keperluan pemasaran diperlukan ahli ekonomi, ilmu-ilmu sosial, dan tataniaga. Kesemua keahlian tersebut sangat diperlukan untuk menunjang keahlian keahlian utama yaitu keahlian dalam teknologi pascapanen dan keahlian fisiologi pascapanen. Kemampuan dari tim akan lebih baik lagi bila anggotanya bukan hanya beralsal dari kalangan akademisi, tapi juga dari kalangan praktisi atau pelaku bisnis, konsumen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan terhadap kegiatan produksi dan pemasaran produk hortikultura.

Teknologi pascapanen yang dikembangkan menjadi tepatguna hanya bila telah terbukti layak secara teknis, ekonomi, dan sosial. Ini artinya suatu teknologi pascapanen yang dikembangkan tidak hanya dapat diaplikasikan, tapi juga bermanfaat dan diterima oleh seluruh bagian dalam rantai penanganan pascapanen. Teknologi pascapanen mempunyai cakupan yang sangat luas, dari segala jenis produk pertanian (buah, sayuran, bunga, biji, dsb.) hingga produk ternak, hasil perikanan dan kelautan. Buku ini hanya membahas produk pertanian yang bersifat ringkih atau sangat mudah rusak seperti buah, sayuran, dan bunga potong.

Kembali ke Tabel Materi

Presentasi PowerPoint