Relief pada candi borobudur berdasarkan karakteristiknya dibuat dengan teknik

Tujuan pembuatan karya seni gambar sebagai proyek studi dengan tema Candi Borobudur  ini adalah berkarya seni gambar sebanyak sembilan buah dengan mengambil subjek komponen Candi Borobudur menggunakan mediaballpoint, gelpen, dan cat akrilik pada bidang kanvas. Teknik berkarya yang digunakan penulis adalah teknik arsir silang dan acak. Teknik sapuan kuas digunakan untuk memberikan warna pada sebuah bidang gambar. Proses berkarya yang dilakukan penulis dengan tahapan (1) pencarian gambar; melakukan pencarian foto candi Borobudur di beberapa situs internet dan melakukan langsung di lokasi candi Borobudur, (2) pengolahan ide, (3) pengolahan teknis, (4) pengolahan akhir (finishingmenggunakan stain water basic Mowilex, dan (5) penyajian karya. Penulis membuat sembilan karya dari komponen Candi Borobudur. Kesembilan karya tersebut berupa arca singa, dua arca Budha, kala, makara, relief Kinara-Kinari dan perahu bercadik, stupa, dan yang terakhir adalah jaladwara. Simpulan akhir dari penulis adalah proses pengolahan ide dari kecintaan penulis terhadap karya arsitektur nusantara berupa candi sehingga penulis mengangkat komponen candi ke dalam karya proyek studi yang dibuat dengan menggunakan teknik arsir dari penggunaan ballpoint dan gelpen serta pengolahan warna dengan menggunakan teknik sapuan kuas. Komponen candi yang diangkat pada karya penulis menegaskan bahwa masing-masing komponen merupakan intepretasi dari karakteristik kebudayaan nusantara pada waktu itu.

Purpose of making artwork as the image studies project with the theme of the Borobudur Temple is the art of drawing as much work to take nine subjects Borobudur components using ballpoint media , gelpen , and acrylic paint on canvas . Work techniques used are cross shading techniques and random . Brushwork techniques are used to give color to an image plane . Process of work conducted by the author with the stage ( 1 ) image search ; perform Borobudur temple photo search on several internet sites and conduct on-site, Borobudur temple , ( 2 ) processing of ideas , ( 3 ) technical processing , ( 4 ) final processing ( finishing using Mowilex basic water stain , and ( 5 ) the presentation of the work . authors make the work of the nine components of the Borobudur Temple . ninth work is a statue of a lion , two statues of Buddha , kala , makara , relief Kinara - Kinari and boat bercadik , stupas , and the latter is jaladwara . Conclusions end the processing of the writer is the author of the idea of love archipelago forms of temple architecture so author temple lifting components into the work study project created using the techniques of shading and gelpen ballpoint use and processing of color by using brush strokes . components temple raised on the work of the author asserts that the individual components of an interpretation of the cultural characteristics of the archipelago at that time .


Anonim. Candi Buddha Borobudur. http://archipeddy.com/histo/nusantara/borobudur.html. akses 20-04-2013. Diunduh pada hari Sabtu, tanggal 20 April 2013.

D.K. Ching, Francis. 2002. Drawing: A Creative Process. Jakarta: Erlangga.

Gie, The Liang. 1976. Pengantar Estetika. Yogyakarta: Yayasan Kanisius.

Gollwitzer, Gerhard. 1986. Menggambar Bagi Pengembangan Bakat. Bandung: ITB.

Iswidayati, Sri & Triyanto. 2006. Pengantar Estetika. Semarang: Unnes Press.

Koentjaraningrat. 1986. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.

Moelyono. 1997. Seni Rupa Penyadaran. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Puspitasari, Dian Eka, dkk. 2010. Kearsitekturan Candi Borobudur. Magelang: Balai Konservasi Peninggalan Borobudur.

Sahman, Humar. 1993. Mengenali Dunia Seni Rupa. Semarang: IKIP Semarang Press.

Saripin, S. 1960. Sedjarah Kesenian Indonesia. Jakarta: Pradnja Paramita.

Sunaryo, Aryo. 2002. Nirmana I. Semarang: Hand Out, Jurusan Seni Rupa FBS Unnes.

Sunaryo, Aryo, dkk. 2008. Bentuk dan Pola Ornamen Candi-Candi Budha di Jawa Tengah. Semarang: Laporan Penelitian, Jurusan Seni Rupa FBS Unnes.

Tabrani, Primadi. 2005. Bahasa Rupa. Bandung: Kelir.

KOMPAS.com - Candi Borobudur adalah candi Buddha terbesar di dunia yang terletak di Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Candi yang memiliki ketinggian 42 meter ini didirikan oleh Raja Wisnu dari Wangsa Syailendra pada 770 Masehi dan selesai pada 842 Masehi.

Bangunan yang sempat masuk dalam 7 keajaiban dunia ini ditemukan oleh Sir Thomas Stamford Raffles pada 1814, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris di Jawa.

Sejak saat itu, Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran (perbaikan kembali).

Candi borobudur merupakan salah satu keajaiban dunia yang ternyata hasil akulturasi kebudayaan Buddha dengan kebudayaan asli Indonesia. Kebudayaan Indonesia tampak dari bentuk punden berundak-undak.

Candi ini berbentuk punden berundak yang terdiri dari sembilan teras bertumpuk, yang mencakup enam teras berbentuk bujur sangkar dan tiga pelataran berbentuk bundar.

Di atasnya terdapat stupa utama terbesar yang memahkotai monumen ini.

Stupa tersebut dikelilingi oleh tiga barisan 72 stupa berlubang yang di dalamnya terdapat arca Buddha tengah duduk bersila.

Sementara pada bagian dindingnya dihiasi dengan 2.672 panel relief yang indah.

Candi Borobudur dibangun sebagai tempat suci untuk memuliakan Buddha sekaligus berfungsi sebagai tempat ziarah yang menuntun manusia dari nafsu duniawi menuju pencerahan dan kebijaksanaan sesuai ajaran Buddha.

Sampai saat ini, Borobudur masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan dan setiap tahunnya dijadikan tempat untuk memeringati Trisuci Waisak oleh umat Buddha dari seluruh penjuru dunia.

Baca juga: Candi Borobudur, Bangunan Indonesia asli yang Berupa Punden Berundak

Tingkatan Candi Borobudur

Bentuk dasar bangunan Candi Borobudur berupa punden berundak dengan tiga tingkatan yang melambangkan kosmologi Buddha Mahayana.

Tiga tingkatan tersebut adalah kamadhatu (kaki candi), rupadhatu (tubuh candi), dan arupadhatu (atas candi).

Kamadhatu

Tingkatan paling bawah pada Candi Borobudur disebut dengan kamadhatu, yang menggambarkan kehidupan manusia di dunia yang penuh keburukan, nafsu, dan bergelimang dosa.

Bagian ini sebagian besar tertutup tumpukan batu yang diduga digunakan untuk memperkuat konstruksi candi.

Rupadhatu

Rupadhatu atau bagian tengah melambangkan kehidupan manusia yang telah terbebas dari hawa nafsu, namun masih terikat dengan hal-hal bersifat duniawi.

Bagian ini terdiri dari empat undak teras berbentuk persegi yang dindingnya dihiasi relief.

Sedangkan pada pagar langkan terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dari kamadhatu menuju rupadhatu.

Baca juga: CIri Khas Candi Hindu dan Candi Buddha

Arupadhatu

Arupadhatu atau tingkatan atas melambangkan kehidupan religius dan spiritual tertinggi yang mengagungkan perdamaian penuh keselamatan jiwa.

Tingkatan ini menggambarkan kehidupan Sang Buddha yang telah mencapai kesempurnaan karena berani meninggalkan kehidupan dunia untuk mencapai pencerahan.

Oleh karena itu, dindingnya sama sekali tidak dihiasi relief.

Arupadhatu terdiri dari tiga tiga pelataran berbentuk bundar dan stupa paling atas yang besar.

Relief Candi Borobudur

Pada Candi Borobudur ditemukan relief-relief sangat indah yang menggambarkan kehidupan Sang Buddha Gautama.

Selain itu, terdapat relief yang menggambarkan suasana alam yang permai, perahu bercadik, bangunan tradisional nusantara, dan masih banyak lainnya.

Bahkan Borobudur diyakini memiliki koleksi relief Buddha terlengkap dan terbanyak di dunia.

Relief-relief tersebut terdapat di hampir semua tingkatan dinding candi, kecuali pada arupadhatu.

Pahatan relief pada dinding Candi Borobudur termasuk kedalam jenis seni rupa murni, yang artinya tercipta untuk dinikmati keindahan dan keunikannya saja.

Baca juga: Tokoh di Balik Kemahsyuran Candi Borobudur

2.672 panel relief yang ada di Borobudur dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni panel naratif fan dekoratif.

Sebanyak 1.460 panel naratif tersusun dalam sebelas baris yang mengelilingi monumen dengan total panjang lebih dari 3.000 meter.

Sedangkan 1.212 panel dekoratif juga disusun dalam barisa, namun dianggap sebagai relief individu.

Relief-relief tersebut dibaca sesuai arah jarum jam, atau dalam bahasa Jawa Kuna disebut mapradaksina, yang berasal dari bahasa Sansekerta daksina yang artinya timur.

Oleh karena itu, pembacaan cerita-cerita relief ini dimulai dan berakhir di pintu gerbang sisi timur di setiap tingkatnya.

Adapun susunan dan pembagian relief naratif pada Candi Borobudur adalah sebagai berikut:

Tingkat Posisi/letak Cerita Relief Jumlah Panel
Kaki candi asli   Karmawibhangga 160 panel
Tingkat I dinding Lalitawistara 120 panel
    jataka/awadana 120 panel
  langkan jataka/awadana 372 panel
    jataka/awadana 128 panel
Tingkat II dinding Gandawyuha 128 panel
    langkan jataka/awadana 100 panel
Tingkat III dinding Gandawyuha 88 panel
  langkan Gandawyuha 88 panel
Tingkat IV dinding Gandawyuha 84 panel
  langkan Gandawyuha 72 panel
Total     1.460 panel

 Baca juga: Candi Borobudur: Candi Terbesar di Dunia

Karmawibhangga

Karmawibhangga terletak pada tingkatan kamadhatu, yang sebagian besar tertutup oleh batu.

Relief-relief ini menggambarkan hukum karma yang tidak terelakkan bagi manusia yang merusak alam.

160 panel yang ada di Karmawibhangga tidak menampilkan cerita yang berkelanjutan.

Namun, masing-masing panel memberikan ilustrasi tentang sebab akibat.

Pada bagian ini tergambar jelas siksaan api neraka dan ratapan manusia yang semasa hidupnya kerap menyakiti binatang.

Sementara orang-orang yang melakukan hal terpuji seperti beramal dan berziarah ke tempat-tempat suci akan mendapatkan ganjaran berupa kenikmatan surga.

Karmawibhangga memberikan gambaran tentang kehidupan manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati yang tidak pernah berakhir, dan oleh agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan.

Saat ini, hanya relief Karmawibhangga pada bagian tenggara yang terbuka dan dapat dilihat oleh pengunjung candi.

Baca juga: Fungsi Candi dalam Agama Hindu

Lalitawistara

Ceritanya dimulai dengan turunnya Buddha dari surga Tushita dan diakhiri dengan khotbah pertamanya di Taman Rusa dekat Benares.

Relief tersebut menunjukkan kelahiran Buddha sebagai Pangeran Siddhartha, putra Raja Suddhodana dan Ratu Maya dari Negeri Kapilavastu.

Cerita ini dimulai dengan 27 panel yang menunjukkan berbagai persiapan, baik di langit dan di bumi, untuk menyambut inkarnasi terakhir Sang Bodhisattva.

Sebelum turun dari surga Tushita, Bodhisattva mempercayakan mahkotanya kepada penggantinya, calon Buddha Maitreya.

Bodhisattva turun ke bumi dalam bentuk gajah putih dengan enam gading.

Ratu Maya memimpikan peristiwa ini, yang diartikan bahwa putranya akan menjadi seorang penguasa atau seorang Buddha.

Ketika Ratu Maya merasa sudah waktunya untuk melahirkan, ia pergi ke taman Lumbini di luar Negeri Kapilavastu.

Ratu Maya berdiri di bawah pohon plaksa, memegang satu cabang dengan tangan kanannya, dan melahirkan seorang putra, Pangeran Siddhartha.

Cerita di panel berlanjut sampai pangeran menjadi Buddha.

Baca juga: Candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

Jataka dan Awadana

Jataka adalah cerita tentang Buddha sebelum lahir sebagai Pangeran Siddhartha.

Isinya menceritakan tentang kehidupan Buddha sebelumnya, baik dalam bentuk manusia maupun hewan.

Buddha masa depan mungkin muncul sebagai seorang raja, orang buangan, dewa, ataupun gajah.

Namun, dalam bentuk apa pun, mereka akan menunjukkan beberapa kebajikan yang membedakan Buddha dari makhluk lain.

Sementara Awadana mirip dengan Jataka, tetapi sosok utamanya bukanlah Bodhisattva.

Perbuatan suci dalam Awadana dikaitkan dengan orang-orang legendaris lainnya.

Pada relief Borobudur, Jataka dan Awadana disuguhkan dalam satu deretan yang sama.

20 panel bawah pertama di tingkat 1 di dinding menggambarkan Sudhanakumaravadana, atau perbuatan suci Sudhana.

135 panel atas pertama di tingkat 1 di langkan dikhususkan untuk 34 legenda Jatakamala.

237 panel yang tersisa menggambarkan cerita dari sumber lain, seperti halnya seri dan panel yang lebih rendah di tingkat kedua.

Baca juga: Contoh Bangunan Peninggalan Sejarah di Indonesia

Gandawyuha

Gandavyuha menceritakan tentang pengembaraan tanpa lelah Sudhana untuk mencari Kebijaksanaan Sejati.

Ceritanya tertuang dalam 460 panel yang terdapat pada tingkat 3, 4, dan setengah dari tingkat 2.

Sudhana, putra seorang pedagang yang sangat kaya, muncul di panel ke-16.

15 panel sebelumnya merupakan prolog dari kisah keajaiban selama samadhi Buddha di Taman Jeta di Sravasti.

Selama pencariannya, Sudhana mengunjungi tidak kurang dari 30 guru, tetapi tidak satupun dari mereka yang benar-benar memuaskannya.

Sudhana kemudian diinstruksikan oleh Manjusri untuk bertemu dengan biksu Megasri, di mana ia diberikan pengetahuan pertama.

Saat perjalanannya berlanjut, Sudhana bertemu dengan Supratisthita, tabib Megha (Jiwa Pengetahuan), bankir Muktaka, biksu Saradhvaja, upasika Asa (Jiwa Pencerahan Tertinggi), Bhismottaranirghosa, Brahmana Jayosmayatna, Putri Maitrayani, Bhikkhu Sudarsana, seorang anak laki-laki bernama Indriyesvara, Upasika Prabhuta, Bankir Ratnachuda, Raja Anala, Dewa Siva Mahadeva, Ratu Maya, Bodhisattva Maitreya dan kemudian kembali ke Manjusri.

Setiap pertemuan telah memberikan Sudhana pengetahuan dan kebijaksanaan tertentu.

Referensi:

  • Soekmono. (1976). Chandi Borobudur: A Monument of Mankind. Paris: Unesco Press
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.